Ayat selanjutnya menyebutkan bahwa tindak pidana penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara merupakan delik aduan. Artinya, perbuatan ini dapat diproses hukum jika pihak yang merasa dirugikan membuat aduan atau laporan kepada pihak berwenang.
Baca juga: Wamenkumham: Draf RKUHP Banyak Typo, Belum Diserahkan ke DPR
Kemudian, pada Pasal 354 disebutkan, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Pada bagian penjelasan draf RKUHP dijelaskan bahwa pasal ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati.
"Kekuasaan umum atau lembaga negara dalam ketentuan ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, polisi, jaksa, gubernur, atau bupati/walikota," demikian bunyi penjelasan pasal.
Delik penghasutan melawan penguasa umum diatur dalam Pasal 246 dan 247 draf RKUHP versi 2019.
Dalam pasal 246 diatur bahwa perbuatan menghasut penguasa umum dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun.
Pasal 246 berbunyi, "Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan:
a. menghasut orang untuk melakukan tindak pidana; atau
b. menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan".
Baca juga: Masyarakat Diminta Tetap Desak Pemerintah Buka Draf Terbaru RKUHP
Adapun merujuk penjelasan draf RKUHP, yang dimaksud dengan menghasut adalah mendorong, mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu.
Menghasut dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan, dan harus dilakukan di muka umum, artinya di tempat yang didatangi publik atau di tempat yang khalayak ramai dapat mendengar.
Selanjutnya, pada Pasal 247 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi hasutan agar melakukan tindak pidana atau melawan penguasa umum dengan kekerasan, dengan maksud agar isi penghasutan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan
atau pidana denda paling banyak kategori V.
Baca juga: Draf Terbaru RKUHP Belum Dibuka, Pemerintah dan DPR Dinilai Otoriter
Penjelasan Pasal 247 draf RKUHP menerangkan, yang dimaksud dengan menyiarkan merupakan perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi dan dokumen elektronik dalam sistem elektronik.
Perihal penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP.
Merujuk draf RKUHP versi 2019, perbuatan menyerang kehormatan dan martabat presiden dapat dipidana penjara hingga 3,5 tahun.
"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi Pasal 218 Ayat (1).
"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," lanjutan Pasal 218 Ayat (2).