Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Yon Bayu

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Partai Non-Parlemen Bisa Jadi Pembeda Koalisi

Kompas.com - 01/06/2022, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MUNCULNYA gairah koalisi sebagai upaya merangkai perahu untuk mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, patut diapresiasi.

Koalisi dini, terlebih sudah memantapkan sosok yang akan dicalonkan, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui rekam jejaknya dan menilai seberapa pantas untuk dipilih.

Koalisi yang lebih cepat semakin penting mengingat waktu kampanye direncanakan dipangkas menjadi 90 hari (3 bulan) dari sebelumnya 180 hari (6 bulan). Artinya kesempatan masyarakat untuk mengenal capres dan cawapres menjadi lebih sempit.

Calon juga tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengunjungi seluruh daerah mengingat luasnya wilayah Indonesia.

Bahkan untuk mengunjungi semua kabupaten/kota yang berjumlah 514, tidak cukup sekali pun dilakukan pembagian tugas antara capres dan cawapres.

Benar ada kabupaten/kota yang saling berdekatan. Namun yang berjauhan antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya juga banyak seperti di Kalimantan dan Papua.

Kebiasaan menetapkan pasangan calon pada menit-menit akhir penutupan pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti di Pilpres 2014 dan 2019, bisa dihindari jika partai sudah memiliki kriteria capres dan cawapres yang jelas.

Penetapan calon atau pasangan calon sejak awal juga dapat menghindarkan dari tuduhan politik transaksional. Benar, tidak ada partai yang secara resmi memasang tarif atau mahar.

Tetapi proposal untuk menggerakkan mesin partai jika tidak ingin perahunya tanpa penumpang, sulit untuk tidak disebut sebagai mahar.

Apalagi jumlahnya sangat besar, bisa mencapai triliunan rupiah. Semakin besar perahunya - didasarkan dengan jumlah kursi di DPR atau suara nasional, semakin mahal “harga pelumasnya”.

Meski tidak memiliki kader di Senayan karena tidak memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold), keberadaan tujuh partai politik peserta Pemilu 2019 ini layak diperhitungan dalam upaya pembentukan koalisi.

Gabungan suara nasional milik Partai Perindo (2,67 persen), Partai Berkarya (2,09 persen), PSI (1,89 persen), Partai Hanura (1,54 persen), PBB (0,79 persen), Partai Garuda (0,50 persen), dan PKPI (0,22 persen), cukup menarik.

Total perolehan 7 parpol tersebut mencapai 9,7 persen, setara perolehan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Pemilu 2019, yakni 9,69 persen suara nasional.

Total suara itu lebih besar dibanding Partai Nasdem (9,05 persen) yang berada di posisi kelima dalam perolehan suara nasional, namun posisi keempat dalam perolehan kursi DPR.

Gabungan parpol nonparlemen akan diperhitungkan manakala menggunakan ketentuan syarat pengusung capres sebesar 25 persen suara nasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com