Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Korban Tragedi Semanggi I Kritik Moeldoko soal Penuntasan Pelanggaran HAM Non-yudisial

Kompas.com - 19/05/2022, 13:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ibunda korban tragedi Semanggi I Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), Sumarsih mengkritik Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko terkait pernyataan soal penyelesaian pelanggaran HAM berat. 

Moeldoko menyebutkan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat pada tahun 1998, seperti kasus Trisakti dan Semanggi I idealnya diselesaikan secara nonyudisial alias di luar peradilan.

Sumarsih menganggap Moeldoko belum paham substansi Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

"Pak Moeldoko ini rupanya belum paham tentang UU Pengadilan HAM," kata Sumarsih ketika diwawancarai Kompas.com pada Kamis (19/5/2022).

Baca juga: PTUN Wajibkan Jaksa Agung Beri Pernyataan yang Sebenarnya soal Penanganan Kasus Tragedi Semanggi I dan II

"Kalau Pak Moeldoko paham mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM beratnya yang diatur UU Pengadilan HAM, mestinya Pak Moeldoko mendorong agar jaksa agung segera menindaklanjuti berkas penyelidikan (pelanggaran HAM berat 1998 dari Komnas HAM)," jelasnya.

UU Pengadilan HAM, dalam ketentuan penutupnya, menyebutkan bahwa pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum undang-undang itu terbit pada tahun 2000 dimungkinkan untuk diselesaikan lewat jalur nonyudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Akan tetapi, UU yang sama mengamanatkan agar kasus pelanggaran HAM berat sebelum tahun 2000 diselesaikan lewat pengadilan HAM ad hoc, sebagaimana tercantum dalam Bab VIII.

Pengadilan HAM ad hoc ini ditetapkan presiden atas usul DPR.

Rekomendasi DPR itu berdasarkan penyidikan Kejaksaan Agung, yang menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM sebagai lembaga yang berwenang menentukan ada atau tidaknya pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Anggota Komisi III Usul Aktivis HAM Tragedi Semanggi I dan II Hadir dalam RDPU

Komnas HAM sendiri sudah merampungkan berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat tahun 1998/1999, yakni kasus Trisakti-Semanggi I-Semanggi II (TSS), namun hingga saat ini tak kunjung ditindaklanjuti Kejaksaan Agung ke penyidikan.

Di sisi lain, KKR saat ini belum terbentuk.

Sumarsih menilai, penting untuk negara ini mengutamakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur peradilan ketimbang nonyudisial.

Selain memberi jerat hukum yang adil bagi para pelaku, hal ini juga membuktikan bahwa ada upaya serius dari negara untuk memutus mata rantai kejahatan dan tidak melanggengkan impunitas bagi mereka yang berkuasa.

"Jangan kemudian mengejar target, katanya Bu Jokowi sudah 'packing', untuk seolah-olah memenuhi janji Nawacita tetapi tidak adil," tutup Sumarsih.

Kata Moeldoko

Sebelumnya Moeldoko mengatakan, penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu akan diprioritaskan lewat pendekatan non-yudisial.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nasional
Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com