JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Cikarang dijadwalkan menggelar sidang putusan terhadap empat terdakwa kasus dugaan pencurian dengan kekerasan di Bekasi, yakni Fikry, Risky, Abdul Rohman, dan Randy, Kamis (21/4/2022).
Fikry dkk dituduh terlibat pembegalan di Bekasi pada 24 Juli 2021. Empat hari berselang, mereka dicokok polisi.
Penangkapan ini diduga bermasalah secara prosedural.
Polisi tidak memberi tahu identitas dan menunjukkan surat perintah penangkapan, tetapi mendadak Fikry dkk diboyong ke dalam mobil petugas.
Tak berhenti di situ. Penangkapan sewenang-wenang ini hanyalah satu dari sederet masalah yang menegaskan ada kejanggalan dalam kasus ini, yaitu dugaan salah tangkap.
Terpaksa mengaku akibat disiksa
Pihak Fikry dkk punya berbagai dokumentasi untuk memperkuat argumentasi mereka yang memang tak terlibat dalam pembegalan sebagaimana yang dituduhkan.
Salah satunya, dalam rekaman CCTV yang diterima Kompas.com, berulang kali Fikry tertangkap kamera berada di mushala sejak 23 Juli 2021 pukul 18.00 hingga 24 Juli 2021 pagi.
Baca juga: Komnas HAM Duga Polisi Manipulasi Keterangan soal Korban Salah Tangkap di Bekasi
Sementara itu, polisi menuduh Fikry dan rekan-rekan membegal seorang pemotor pada 24 Juli 2021 pukul 01.45.
Bukti kuat ini juga diamini oleh Komnas HAM yang telah melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap kasus ini sebanyak 2 kali, mulai dari menghimpun keterangan saksi dan dokumentasi.
“Jadi keberadaan 4 orang ini tidak ada di lokasi pembegalan,” ujar Koordinator Bidang Penyelidikan dan Pemantauan, Endang Sri Melani, dalam jumpa pers, Rabu (20/4/2022).
Pada 28 Juli 2021, sekitar pukul 20.00, Fikry dkk dibekuk polisi tanpa terpikir untuk melawan.
Dari rekaman CCTV, Fikry tampak tengah berdagang seperti biasa di depan gerobak, sebelum mendadak polisi berbaju putih datang ke arahnya dan membawanya pergi tanpa menunjukkan surat penangkapan.
"Saya lihat jelas saat penangkapan pun, itu yang pakai kaos putih dan yang lagi bikin bumbu, ibu-ibu pakai jilbab, itu mamanya. Itu ada saya di situ. Polisi enggak kasih surat penangkapan, main tarik saja kayak seekor binatang," ujar Rusin, ayah Fikry, kepada Kompas.com di kantor Komnas HAM, Rabu (23/3/2022).
Rupanya, bukan hanya pelanggaran prosedur, penangkapan itu juga diikuti aneka pelanggaran HAM oleh petugas.
Selain Fikry, Risky, Abdul Rohman, dan Randy ada 5 orang lain yang turut ditangkap polisi sebagai saksi.
“Terjadi kekerasan saat penangkapan berupa pemukulan dan penendangan, penutupan mata dengan lakban. Tangan kesembilan orang tersebut juga diikat menggunakan alat seperti 2 borgol besi, 4 ikatan lakban, dan 1 ikatan kabel tis,” kata Melani.
Hasil investigasi Komnas HAM, polisi tidak langsung membawa 9 orang itu ke Polsek Tambelang untuk diperiksa, melainkan ke Gedung Telkom yang letaknya berseberangan dengan Polsek Tambelang.
Di sana, Fikry dkk dipisahkan dengan 5 saksi lain. Fikry dkk mengalami ancaman-ancaman verbal, pemukulan, penendangan, rambut dijambak, hingga diduduki petugas ketika tersungkur.
Baca juga: Komnas HAM: Korban Salah Tangkap Polsek Tambelang Bekasi Disiksa 7 Jam hingga Terpaksa Mengaku
Total, Komnas HAM menemukan 10 bentuk penyiksaan, 8 kekerasan verbal berupa ancaman dari polisi, dan sedikitnya 6 alat yang dipakai untuk menyiksa mereka.