JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean lima bulan penjara akibat cuitannya yang dianggap telah menyiarkan berita bohong hingga membuat keonaran di tengah masyarakat.
Ketua majelis hakim Suparman Nyompa mengatakan, keadaan yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa telah mengakibatkan keresahan secara meluas di tengah masyarakat.
“Terdakwa sebagai publik figur tidak mencontoh yang baik kepada masyarakat,” kata Suparman dalam putusannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2022).
Baca juga: Ferdinand Hutahaean Divonis 5 Bulan Penjara Gara-gara Twitnya
Sedangkan, hal yang meringankan, Ferdinand dianggap telah bersikap sopan selama menjalani rangkaian proses hukum.
“Keadaan yang meringankan terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa menyesali perbuatannya,” terang Suparman.
Adapun vonis lima bulan ini terhitung dua bulan lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam tuntutannya, JPU menuntut 7 bulan penjara terhadap Ferdinand.
Adapun vonis ini berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, sebagaimana dalam dakwaan pertama primer jaksa penuntut umum.
Sebelumnya, Ferdinand dilaporkan dalam perkara ini karena komentarnya terkait proses hukum Bahar bin Smith.
Baca juga: Dituntut 7 Bulan Penjara, Ferdinand Hutahaean Mengaku Siap Jalani Apa Pun Putusan Hakim
Dalam surat dakwaan disebutkan komentarnya melalui akun Twitter @FerdinandHaean3 membandingkan soal Tuhan dan memberikan pembedaan pada kelompok tertentu.
Dalam perjalanan persidangannya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ferdinand 7 bulan penjara dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran serta perpecahan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Jaksa menilai Ferdinand terbukti menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran.
Jaksa menyatakan ia terbukti melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer yakni Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.