Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham: Dalam RUU TPKS, Barang Bukti Bisa Jadi Alat Bukti

Kompas.com - 22/02/2022, 18:22 WIB
Irfan Kamil,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyebutkan, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) diatur bahwa barang bukti bisa menjadi alat bukti.

Eddy Hiariej, sapaan Wamenkumham mengatakan, aturan itu dibuat untuk pempermudah aparat penegak hukum memproses dugaan tindak pidana kekerasan seksual.

"Satu saksi dengan alat bukti sudah cukup untuk memproses, itu diatur, keterangan korban dan alat bukti lain sudah cukup. Keterangan disabilitas sudah sama dengan alat bukti lainnya," ucap Eddy dalam acara pertemuan dengan media di Kemenkumham, Selasa (22/2/2022).

Baca juga: Pemerintah Targetkan RUU TPKS Disahkan Pertengahan Maret

"Barang bukti masuk menjadi alat bukti. Kalau dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) barang bukti dan alat bukti itu dua hal berbeda," kata Eddy.

Eddy menjelaskan, dalam KUHAP barang bukti dijelaskan pada Pasal 39, sedangkan, alat bukti ada pada pasal 284 KUHAP.

"Tapi di dalam RUU ini, alat bukti itu adalah antara lain barang bukti," ujar dia.

Eddy mencontohkan, barang bukti bisa dijadaikan alat bukti pada kasus pemerkosaan. Misalnya, pelaku pemerkosaan tidak mengakui perbuatan yang telah dilakukan. Dalam konteks itu, aparat penegak hukum bisa menjadikan barang bukti di tempat kejadian untuk menjadi alat bukti kasus tersebut.

"Jadi mohon maaf, korban pemerkosaan misalnya, ya saksinya itu kan enggak ada orang lain selain korban, kemudian si pelakunya mengelak bahwa dia tidak memperkosa. Nah, nanti kan ada visum (yang bisa dijadikan alat bukti)," kata Eddy.

"Mohon maaf, pada saat terjadi pemerkosaan itu sperma itu (misalnya) tercecer di sprei, itu sudah cukup tuh, sprei itu jadi barang bukti kan karena barang bukti masuk dalam alat bukti," kata dia.

Dia memastikan bahwa RUU TPKS tidak akan tumpang tindih dengan Undang-Undang lain. Eddy mengatakan, pemerintah telah menyandingkan aturan yang ada di RUU TPKS dengan berbagai aturan yang telah ada sebelumnya.

"Ketika menyusun RUU TPKS ini, kami menyandingkan dengan berbagai aturan. Baik yang ada dalam rancangan maupun Undang-Undang existing," ujar Eddy.

Eddy menyampaikan, pasal-pasal dalam RUU TPKS telah memasukan aturan yang ada di dalam KUHAP. Selain itu, RUU itu juga telah memuat empat UU yang ada, seperti Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Kemudian, ada juga Undang-Undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Perlindungan Anak.

"Semua yang perlu diatur baik dalam RUU KUHP dan empat undang-undang existing dimasukkan ke dalam RUU TPKS. Jadi, tidak akan mungkin tumpang tindih," papar Eddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com