Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Betulkah Ada Tindak Pidana pada Tes Wawasan Kebangsaan KPK?

Kompas.com - 06/08/2021, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISU ini belum selesai. Saya ingin memulai dari pertanyaan judul di atas. Dari mana indikasi tindak pidana?

Awalnya adalah temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dalam temuannya yang dipublikasikan pada 21 Juli 2021 lalu, Ombudsman menyatakan, ada sejumlah temuan pelanggaran berupa maladministrasi pada Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK.

Tiga temuan ORI

Ombudsman membagi temuan pelanggaran dalam tiga kelompok besar. Pertama, pembentukan tes. TWK disisipkan pada saat-saat terakhir. Pegawai KPK yang menjadi subyek tes tidak diinformasikan soal TWK ini.

Kedua, saat pelaksanaan tes pada 9 Maret 2021. Ada yang menarik dari temuan Ombudsman.

Kontrak swakelola antara Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pelaksana tes dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diteken pada pada 26 April 2021. Namun, tanggalnya dibuat mundur menjadi 27 Januari 2021.

Muncul pertanyaan, kenapa tanggalnya dimundurkan (backdate) tiga bulan? ORI berpendapat BKN dan KPK melakukan penyimpangan prosedur.

"Bisa dibayangkan jika barang ditandatangani pada April, dimundur ke Januari, kegiatan dilaksanakan di Maret. Ini penyimpangan prosedur yang cukup serius dalam tata kelola administrasi suatu lembaga dan mungkin juga terkait masalah hukum," kata anggota ORI Robert Endi Jaweng saat menyampaikan temuan ORI kepada wartawan secara virtual, Rabu (21/7/ 2021).

Ketiga, soal tindak lanjut pasca-tes. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019 disebutkan, peralihan status Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh merugikan hak Pegawai KPK.

Sementara Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 menyebutkan, tidak ada konsekuensi apa pun pasca-TWK KPK.

Meski demikian muncul peraturan baru, yakni surat keputusan KPK Nomor 625 Tahun 2021 yang isinya membebas tugaskan 75 Pegawai yang tak lulus TWK.

Ini tentu bertentangan dengan dua peraturan yang disebutkan sebelumnya termasuk keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.

Apa kata KPK dan BKN?

Kedua lembaga itu belum mau berkomentar atas temuan ORI.

Lima hari sebelum pengumuman Ombudsman, Selasa (26/7/2021), Juru Bicara KPK Ali Fikri sempat menyatakan tidak ada kode etik yang dilanggar oleh pimpinan KPK.

Ia menyampaikan ini terkait laporan dugaan pelanggaran etik oleh Pimpinan KPK dalam TWK pada proses pengalihan status pegawai menjadi ASN.

"Dari hasil pemeriksaan tersebut, Dewas menegaskan bahwa dalam proses dan pelaksanaan TWK tidak ada unsur kode etik yang dilanggar," ujar Ali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com