ISU ini belum selesai. Saya ingin memulai dari pertanyaan judul di atas. Dari mana indikasi tindak pidana?
Awalnya adalah temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dalam temuannya yang dipublikasikan pada 21 Juli 2021 lalu, Ombudsman menyatakan, ada sejumlah temuan pelanggaran berupa maladministrasi pada Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK.
Ombudsman membagi temuan pelanggaran dalam tiga kelompok besar. Pertama, pembentukan tes. TWK disisipkan pada saat-saat terakhir. Pegawai KPK yang menjadi subyek tes tidak diinformasikan soal TWK ini.
Kedua, saat pelaksanaan tes pada 9 Maret 2021. Ada yang menarik dari temuan Ombudsman.
Kontrak swakelola antara Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai pelaksana tes dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diteken pada pada 26 April 2021. Namun, tanggalnya dibuat mundur menjadi 27 Januari 2021.
Muncul pertanyaan, kenapa tanggalnya dimundurkan (backdate) tiga bulan? ORI berpendapat BKN dan KPK melakukan penyimpangan prosedur.
"Bisa dibayangkan jika barang ditandatangani pada April, dimundur ke Januari, kegiatan dilaksanakan di Maret. Ini penyimpangan prosedur yang cukup serius dalam tata kelola administrasi suatu lembaga dan mungkin juga terkait masalah hukum," kata anggota ORI Robert Endi Jaweng saat menyampaikan temuan ORI kepada wartawan secara virtual, Rabu (21/7/ 2021).
Ketiga, soal tindak lanjut pasca-tes. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019 disebutkan, peralihan status Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh merugikan hak Pegawai KPK.
Sementara Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 menyebutkan, tidak ada konsekuensi apa pun pasca-TWK KPK.
Meski demikian muncul peraturan baru, yakni surat keputusan KPK Nomor 625 Tahun 2021 yang isinya membebas tugaskan 75 Pegawai yang tak lulus TWK.
Ini tentu bertentangan dengan dua peraturan yang disebutkan sebelumnya termasuk keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Kedua lembaga itu belum mau berkomentar atas temuan ORI.
Lima hari sebelum pengumuman Ombudsman, Selasa (26/7/2021), Juru Bicara KPK Ali Fikri sempat menyatakan tidak ada kode etik yang dilanggar oleh pimpinan KPK.
Ia menyampaikan ini terkait laporan dugaan pelanggaran etik oleh Pimpinan KPK dalam TWK pada proses pengalihan status pegawai menjadi ASN.
"Dari hasil pemeriksaan tersebut, Dewas menegaskan bahwa dalam proses dan pelaksanaan TWK tidak ada unsur kode etik yang dilanggar," ujar Ali.
Saya mewawancarai salah satu anggota Dewas KPK, Albertina Ho, dalam program AIMAN yang tayang setiap Senin pukul 20.00 di Kompas TV.
"Bukan tidak melanggar kode etik, tetapi tidak cukup bukti," kata Albertina yang dikenal sebagai sosok hakim berintegritas.
Dewas KPK selain menerima laporan juga mencari fakta. Tidak ditemukan cukup bukti untuk melanjutkan dugaan pelaporan pegawai KPK ke persidangan etik Dewas KPK.
Saya bertanya soal tanggal yang dimundurkan kepada Albertina.
"Memang ada tanggal mundur. (Namun) Dewas tidak punya kewenangan ini sah atau tidak," kata Albertina.
"Jadi Dewas mengakui bahwa memang ada tanggal mundur?" tanya saya kembali.
"Tanggal mundur memang ada," jawab Albertina.
Lalu apa konsekuensi dari tanggal mundur ini?
Saya menghubungi pakar perundang-undangan yang juga Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Aan Eko Widiarto. Menurutnya, ada beberapa cara yang melawan hukum.
Namun, untuk membuktikan ada tidaknya pelanggaran pidana, harus dibuktikan apakah ada niat jahat (mens rea) dan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.
”Kalau ada dua alat bukti yang cukup, ya, itu indikasi pidananya kuat,” ujar Aan.
Temuan ini memang masih harus ditindaklanjuti. Ombudsman tentu memiliki bukti-bukti atas laporan hasil pemeriksaannya.
Sebaliknya, KPK dan BKN juga harus memiliki jawaban yang mumpuni untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Kasus ini tak boleh dibiarkan bagai angin lalu. Ini bukan soal segelintir mereka yang tersingkir. Ini soal bagaimana negara dikelola bukan dengan kepentingan-kepentingan sesaat sesuai selera.
Penyelenggaraan negara seyogianya dilakukan dengan sistem yang akuntabel, bukan dengan dasar suka-suka yang disusupi kepentingan kelompok. Dengan sistem yang baik, siapa pun pemimpinnya, negara akan tetap tegak berdiri.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.