Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Pemerintah Menaikkan Tarif PPN Dinilai Akan Bebani Masyarakat

Kompas.com - 13/06/2021, 21:41 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), dari 10 persen menjadi 12 persen, dinilai akan berdampak buruk bagi ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Skema kenaikan PPN yang jadi pertimbangan adalah skema multitarif, yakni pengenaan pajak yang lebih rendah untuk barang-barang yang banyak dibutuhkan masyarakat dan pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah yang biasa dibeli kelas menengah atas.

"Jangan malah menaikkan tarif pajak yang membebani masyarakat banyak, yang justru menjadi basis dukungan bagi pemerintah," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Nasdem Ahmad Ali, dalam keterangan tertulis, Minggu (13/6/2021).

Baca juga: Siapkan Ancang-ancang, PPN Bakal Naik Jadi 12 Persen

Ali menuturkan, Nasdem menolak rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu jika nantinya diusulkan ke DPR.

Menurut Ali, Kemenkeu perlu mengkaji lebih jauh sumber-sumber pendapatan negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tanpa harus menaikkan tarif pajak.

Sejalan dengan itu, kata Ali, Kemenkeu juga harus mencari jalan agar dapat memacu produksi nasional.

Sementara, neraca perdagangan luar negeri juga perlu terus didorong supaya menghasilkan surplus.

Ia juga mengingatkan supaya Kemenkeu berkoordinasi dengan kementerian lain guna mendorong surplus perdagangan.

"Jangan seolah-oleh soal pendapatan negara ini champion-nya Kemenkeu sendiri. Jadi yang dipikirkan hanya menaikkan tarif pajak," terang dia.

Baca juga: PPN Bakal Naik, Ini Dua Opsi Kenaikannya

Di sisi lain, Ali menyebut, penerimaan pajak sesungguhnya masih bisa digenjot dengan cara selain menaikkan tarifnya.

"Harga komoditas di internasional juga sudah mulai membaik. Penerimaan dari sisi pabean juga menunjukkan tren positif. Jadi jelas pilihan menaikkan tarif itu pilihan potong kompas semata," terang anggota Komisi III DPR RI itu.

Ali menambahkan, perbaikan regulasi yang menjadi penopang untuk menaikkan pendapatan dari pajak perlu dilakukan.

Namun, regulasi yang dimaksud bukanlah untuk menaikkan tarif pajak, melainkan regulasi untuk menaikkan kepatuhan wajib pajak, kemudahan pemungutan dan laporan pajak, serta kecepatan pembayaran oleh para wajib pajak.

"Perbaikan regulasi itu untuk menaikkan kepatuhan dan kemudahan menunaikan pajak. Sangat tidak bijak menaikkan tarif pajak di saat masyarakat sedang berjuang keras untuk mempertahankan sumber dan nilai pendapatannya," imbuh dia.

Baca juga: PPN Naik 12 Persen, Pengusaha: Bisa Berdampak ke Daya Beli Masyarakat

Rencana kenaikan tarif PPN tertuang dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang bakal dibahas bersama DPR.

Kendati demikian, tarif PPN sebesar 12 persen itu dapat diubah menjadi paling rendah sebesar 5 persen hingga paling tinggi sebesar 15 persen.

Pengenaan tarif pajak paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen diatur pada pasal tambahan, yakni Pasal 7A.

Pasal tersebut menuliskan, PPN dapat dikenakan tarif berbeda-beda tergantung jenis barang/jasa. Hal ini pun mengafirmasi adanya skema multitarif PPN yang dirancang pemerintah.

Tarif yang berbeda bisa saja dikenakan pada penyerahan barang/jasa kena pajak tertentu, impor barang kena pajak tertentu, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud tertentu, dan pemanfaatan jasa kena pajak tertentu dari luar/dalam daerah pabean.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com