JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Andi Akmal Pasluddin menolak keputusan pemerintah yang mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Pasalnya, menurut dia, limbah batu bara telah menimbulkan dampak yang nyata yaitu merusak lingkungan.
"Kami PKS menolak limbah batu bara dikeluarkan dari kategori berbahaya (limbah B3) karena dampak yang ditimbulkan nyata. Dan ini keputusan yang kurang bijak mengorbankan lingkungan untuk kepentingan bisnis tambang," kata Andi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/3/2021).
Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk kembali memasukkan abu batu bara sebagai limbah B3.
Sebab, menurutnya, saat masih dikategorikan B3 saja, limbah batu bara masih banyak dikeluhkan publik.
Dengan kebijakan ini, ia menduga limbah akan dikelola secara sembarangan atau serampangan.
"Kami minta pemerintah berlaku adil dan memperhatikan kepentingan kesehatan dan lingkungan masyarakat luas. Jangan kalah pada desakan pengusaha," ujarnya.
Menguatkan argumennya, Andi kembali mengingatkan tentang negara diperintahkan oleh Pembukaan Konstitusi untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.
Selain itu, lanjutnya, negara juga diperintahkan untuk menjalankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karenanya, nilai Andi, negara tidak boleh membuat keputusan sepihak yang membahayakan kesehatan dan lingkungan masa depan bangsa ini.
"Seperti dihapuskannya abu batu bara ini dari kategori sebagai limbah B3," tambah dia.
Andi menerangkan, selama ini diketahui pengelolaan limbah abu batu bara kerap menimbulkan keluhan di masyarakat.
Baca juga: Masyarakat Dinilai Akan Kian Susah karena Limbah Batu Bara Tak Masuk B3
Salah satunya adalah pembuangan cairan limbah batu bara yang disalurkan ke laut. Menurutnya, hal ini ditengarai berdampak pada kehidupan nelayan yang sulit mendapat ikan, mengingat 91 persen Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) umumnya berada di pesisir.
"Sedangkan limbah abu batu bara yang mengudara dan didemo warga seperti di Cilacap, Marunda, Suralaya, dan tempat-tempat lainnya diduga menyebabkan infeksi saluran pernafasan (ISPA)," jelasnya.
"Apalagi bila hasil pembakaran batu bara (FABA) ini tidak dikategorikan sebagai limbah B3. Maka dapat dipastikan aspek kehati-hatian dalam pengelolaan baik itu transportasi, handling, treatment, dan disposal FABA akan semakin kendor," sambung dia.