JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana menilai, media memiliki peranan penting dalam mencegah berita bohong atau berita hoaks yang membingungkan masyarakat.
Terlebih, kata dia, saat ini Indonesia tengah berada dalam apa yang ia sebut sebagai golden era untuk memanfaatkan media dengan baik.
"Ini adalah masa emas bagi kita anak-anak muda di Indonesia untuk betul-betul memanfaatkan media ini dengan baik dan dengan wisdom. Media memiliki peranan sangat penting, bisa kita lakukan sebagai agent of wisdom," kata Yadi dalam Webinar bertajuk "Sinergi Anak Bangsa Dalam Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara Dari Aksi Separatisme di Dunia Maya", Sabtu (21/11/2020).
Ia menjelaskan, Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) saat ini tengah berupaya membenahi beragam platform yang kerap ditemukan konten berita hoaks.
Baca juga: Panglima TNI Sebut Upaya Separatisme Juga Dilakukan Lewat Media Sosial
Berdasarkan penjelasannya, konten mengandung berita hoaks paling banyak ditemukan di media sosial Facebook.
"Dan itu tinggi sekali, 71,9 persen. WhatsApp juga sama, 31,5 persen; Youtube juga sama, 14,9 persen, tapi jauh lebih rendah," ungkapnya.
Selain itu, Yadi mengatakan bahwa konten hoaks terbagi menjadi beberapa kategori, di antaranya politik, kesehatan, dan agama.
Untuk kategori kesehatan, jelasnya, mengikuti situasi yang terjadi saat ini, yaitu pandemi Covid-19.
Namun, ia menekankan bahwa kategori politik dan agama kerap mendominasi konten berita hoaks di medsos.
"Untuk itu kita harus terapkan dalam cara kita bergaul, cara pendekatan kita, cara kita berkomunikasi, dan cara bagaimana kita mengemas informasi yang baik dan betul. Ini menggambarkan bahwa sangat kuat sekali bagaimana ketika media berperan sebagai agent of change atau agent of wisdom," ujar Yadi.
Baca juga: Jumlah Hoaks di Indonesia Meningkat, Terbanyak Menyebar lewat Facebook
Selain media, ajakan sebagai agent of wisdom juga ia tujukan kepada content creator.
Menurutnya, para content creator harus lebih bijak dan berhati-hati dalam menyebarkan konten kepada khalayak.
"Bukan hanya oleh media mainstream, dalam artian kita sekarang memiliki kekuasaan dan memegang handphone dan memberikan informasi apapun yang kita suka. Namun, kadang informasi yang kita suka tersebut, kita tidak tahu bahwa informasi itu berdampak positif atau berdampak negatif," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.