Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpidana Kasus Flu Burung Freddy Lumban Tobing Bebas

Kompas.com - 21/07/2020, 11:01 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terpidana kasus pidana korupsi dalam perkara pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung tahun 2007, Freddy Lumban Tobing, telah selesai menjalani masa hukumannya.

Ia bebas dari Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (20/7/2020).

"Karena terpidana telah selesai menjalani masa penahanan selama 1 tahun dan 4 bulan maka Senin, (20/7/2020) terpidana telah dibebaskan dari Rutan KPK," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa (21/7/2020).

Pembebasan itu didasari putusan kasasi Mahkamah Agung No. 2546 K/Pid.Sus/2020 tanggal 17 Juli 2020.

Baca juga: Kasus Korupsi Penanganan Flu Burung, Freddy Lumban Tobing Divonis 1 Tahun 4 Bulan Penjara

Putusan tersebut menyatakan terpidana dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung tahun 2007.

Kemudian diputus Majelis Hakim dengan pidana penjara 1 tahun dan 4 bulan dikurangi selama masa penahanan dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.

Ali mengatakan, selain telah selesai menjalani masa hukuman, Freddy juga telah melaksanakan kewajibannya membayar denda Rp 50 juta.

"Terpidana juga telah melaksanakan kewajiban membayar uang denda sebesar Rp 50 juta," ujarnya.

"Dan uang pengganti sebesar Rp 1,186 Miliar yang dibayarkan ke negara melalui rekening penampungan KPK," ucap dia.

Baca juga: Dugaan Korupsi Penanganan Flu Burung, Freddy Lumban Tobing Dituntut 2 Tahun Penjara

Adapun Freddy merupakan terpidana kasus dugaan korupsi terkait pengadaan reagents dan consumables penanganan virus flu burung DIPA APBN-P tahun anggaran 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan.

Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) itu divonis 1 tahun dan 4 bulan penjara serta denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yakni 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Freddy Lumban Tobing terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani saat membaca amar putusan, Kamis (12/12/2019).

Baca juga: Inilah Kasus Flu Burung Tahun 2016

Hakim menganggap Freddy selaku Direktur Utama PT CPC memperkaya dirinya dan perusahaannya sebesar Rp 10,86 miliar dan memperkaya PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) sebesar Rp 1,46 miliar.

Freddy juga dianggap terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 12,33 miliar dalam pengadaan idan consumables tersebut.

Hal itu sesuai laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara yang tertuang dalam Surat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Deputi Bidang Investigasi, Nomor: SR-548/D6/1/2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com