JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, dalam kondisi saat ini sebaiknya pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditolak.
Sebab, menurut Asfinawati, DPR dan pemerintah menganggap tidak ada perdebatan terkait isi pasal-pasal dalam RKUHP, sehingga pembahasan RKUHP tidak perlu dilakukan dari awal.
"Dalam kondisi seperti sekarang, maka kita harus tolak (RKUHP), karena DPR dan pemerintah menganggap perdebatan-perdebatan sudah selesai," kata Asfinawati dalam diskusi bertajuk 'Apa Kabar Nasib RKUHP Kontroversial', Selasa (7/7/2020).
"Kecuali tinggal beberapa belas itu (pasal), karena ada aturan yang carry over yaitu dilimpahkan ke masa sidang yang sekarang, mereka berpendapat sudah, saya tidak ulang lagi dari awal pembahasannya," tuturnya.
Baca juga: Komnas HAM Minta DPR-Pemerintah Tunda Pembahasan RKUHP
Asfina mengatakan, RKUHP layak untuk ditolak dan tidak disahkan karena masih banyak pasal-pasal yang bermasalah, seperti pasal yang mengatur tentang hukuman mati.
Ia mencontohkan, ketentuan penerapan hukuman mati dalam RKUHP. Ia menegaskan, YLBHI menolak ketentuan tersebut masuk dalam RKUHP.
"Kami tidak setuju, karena itu (hukuman mati) sudah masuk ke dalam hukuman yang keji, alasan lain adalah banyak kesalahan peradilan sesat atau salah menghukum orang," ujarnya.
Asfina juga menyinggung ketentuan membiarkan hewan ternak berkeliaran di lahan orang lain yang ditanami bibit, dan diatur dalam RKUHP.
Baca juga: Pandemi Covid-19, Komnas HAM Minta Pengesahan RKUHP Ditunda
Menurut Asfina, tidak semua masyarakat bisa menerapkan dan memahami aturan tersebut.
"Jadi misalnya ada aturan kan kemarin kita tidak boleh membiarkan ternak kita masuk ke karangan rumah orang, terus ternak kita enggak sengaja masuk, kemudian itu kasusnya diteruskan, 'Pak Polisi saya enggak tahu pasal itu'," ucapnya.
Lebih lanjut, Asfina mengatakan, masyarakat masih bisa menyampaikan penolakan terhadap RKUHP di masa pandemi Covid-19, melalui media sosial atau menyurati langsung YLBHI dan lembaga terkait termasuk anggota DPR.
"Karena yakinlah semua orang akan kena pasal-pasal ini, macam-macam sekali misalnya, petani bisa kena pasalnya, pedagang dan lain-lainnya," kata dia.
Baca juga: DPR Diminta Fokus Awasi Pemerintah Tangani Covid-19, Bukan Bahas RUU Cipta Kerja dan RKUHP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.