JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengatakan, tunjangan hari raya (THR) kerap dijadikan alasan oleh perusahaan untuk membayar kompensasi kepada karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat Covid-19.
Menurut Arif, dari laporan yang diterima LBH Jakarta, banyak pekerja yang kena PHK tidak mendapat pesangon dan hanya mendapat THR sebagai gantinya.
Baca juga: Menperin: Usulan Pinjaman untuk Bayar THR Karyawan Sulit Disetujui
"Ada pekerja tetap di-PHK tapi tidak diberi pesangon. Menariknya menggunakan momentum Lebaran, sehingga THR yang mestinya jadi pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan perusahaan, dijadikan semacam alat untuk bargaining supaya tidak membayar pesangon," ujar Arif dalam diskusi online, Rabu (6/5/2020).
Arif menuturkan, ada sebanyak 9 kasus ketenagakerjaan terkait THR yang laporannya telah diterima sejak pengaduan dibuka pada 17 Maret 2020.
Dari jumlah kasus tersebut, ada pekerja yang tidak dibayar THR-nya karena alasan Covid-19, ada yang membayar tapi hanya sebagian, dan perusahaan yang mem-PHK karyawan sebelum puasa.
Baca juga: Pemerintah Diskon 90 Persen Iuran BP Jamsostek, Pengusaha Harus Bayar THR
Padahal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, soal pembayaran pesangon ada hitungan tersendiri sesuai masa kerja dan lainnya.
"THR digunakan sebagai kompensasi untuk menghindari pesangon. Sembilan kasus itu berkenaan dengan itu," tutur Arif.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR di perusahaan, kata Arif, semestinya THR dibayarkan 100 persen kepada pekerja.
Selain itu, maksimal pembayarannya adalah 7 hari sebelum Hari Raya.
Baca juga: Pemerintah Potong Iuran BPJS Ketenagakerjaan agar Pengusaha Bisa Bayar THR
"Namun terkait PHK di masa bulan puasa, THR tetap harus dibayarkan tapi perusahaan menghindar dengan bayar THR dan memberhentikan karyawan sebelum hari raya jatuh," kata dia.
Adapun LBH Jakarta membuka aduan warga via online, baik melalui e-mail maupun telepon sejak 17 Maret 2020.
Hingga Selasa (5/5/2020), pengaduan yang masuk mencapai 154 aduan.
Dari kurun waktu tersebut, pengaduan paling banyak berkenaan dengan kasus gagal bayar untuk pinjaman online sebanyak 53 kasus, kasus ketenagakerjaan sebanyak 35 kasus.
Kemudian kasus utang-piutang sebanyak 13 kasus, masalah perjanjian jual beli sebanyak 6 kasus, dan wanprestasi sebanyak 4 kasus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.