JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Kourpsi (KPK), Rabu (19/2/2020).
Perkara ini dimohonkan oleh sejumlah pimpinan KPK masa jabatan 2015-2019 yang mengajukan uji formil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarief, dan Saut Situmorang.
Selain ketiga nama itu, gugatan juga dimohonkan sepuluh pegiat anti korupsi, antara lain eks pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Mochamad Jasin; serta beberapa nama lain seperti Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini Hadad.
Agenda sidang ialah mendengarkan keterangan ahli yang diajukan pemohon.
Baca juga: Jokowi: Revisi UU KPK Itu Inisiatif DPR, 9 Fraksi Setuju...
Hadir memberikan keterangan, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar dan Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti.
Berikut rangkuman keterangan yang mereka sampaikan dalam persidangan.
1. Partisipasi dan kuorum
Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar menilai, terjadi pelanggaran dalam proses revisi Undang-undang KPK.
Pelanggaran itu salah satunya terkait dengan partisipasi dan tidak kuorumnya jumlah anggota legislator saat pengesahan revisi undang-undang tersebut.
"Saya mengatakan partisipasi menjadi wajib. Itu bukan sekadar people, tetapi secara lebih luas. Dan menurut saya, dalam banyak hal, undang-undang ini jelas menerabas partisipasi itu," kata Zainal di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).
Baca juga: Pakar Sebut Revisi UU KPK Terabas Aturan soal Partisipasi dan Kuorum Pembentukan UU
Zainal mengatakan, sebagai legislator, metode kepemimpinan DPR bersifat kolektif kolegial. Oleh karenanya, ketika pengambilan keputusan, diwajibkan terpenuhinya kuorum.
Namun demikian, dalam proses revisi UU KPK khususnya ketika rapat paripurna pengesahan uu itu September 2019 lalu, hanya segelintir anggota DPR yang hadir.
"Menjadi menarik melihat UU ini yang kemudian dihadiri hanya segelintir, tidak sampai kuorum," ujar dia.
Baca juga: Di Sidang MK, Denny Indrayana Singgung soal Lobi di Balik Revisi UU KPK
Mengutip putusan MK pada perkara yang sudah pernah diputus sebelumnya, Zainal menyebut bahwa pelanggaran kuorum pengambilan sebuah keputusan adalah pelanggaran terhadap proses uji formil.
Oleh karenanya, ia menilai, proses revisi UU KPK benar-benar telah melanggar ketentuan yang berlaku.
"Saya melihat pelanggaran ini tidak sepele, karena betul-betul nyata," kata dia.