Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berangkat dari Kosongnya Kursi Wagub DKI, UU Pilkada Digugat ke MK

Kompas.com - 03/02/2020, 20:09 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan tentang mekanisme mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang dimuat dalam Undang-Undang Pilkada diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon dalam perkara ini adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara bernama Michael.

Ia menggugat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 176, karena dinilai tidak menciptakan pemilihan umum yang demokratis.

"Pertama bahwa Pasal 176 sendiri tidak menciptakan pemilihan umum yang demokratis," kata penggugat dalam sidang pendahuluan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2020).

Dalam Pasal 176 Ayat (1) UU Pilkada disebutkan bahwa jika wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik pengusung.

Baca juga: Tak Ada Program Tambahan, Riza Patria akan Nurut Kebijakan Anies Jika Terpilih Jadi Wagub DKI

Menurut Michael, bunyi ketentuan tersebut, berikut empat ayat setelahnya, melanggar syarat penetapan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah jalur perseorangan yaitu mengantongi dukungan 50 persen suara+1.

Selain itu, penggugat menilai, proses pengusulan wakil kepala daerah yang harus melalui penunjukkan dari partai politik pengusung akan memakan waktu yang lama.

Bahkan, lebih lama jika dibandingkan dengan pemilu.

Ia mencontohkan, sejak tahun 2018 hingga saat ini, terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur DKI Jakarta setelah Sandiaga Uno mengundurkan diri sebagai wagub untuk menjadi calon wakil presiden pada Pemilu 2019 berpasangan dengan Prabowo Subianto.

"Pada nyatanya, untuk kasus yang saya alami ini, selama 1 tahun 8 bulan DKI Jakarta telah kosong kedudukan jabatan daripada wakil gubernur, sedangkan jika kita melihat untuk pemilu saja misalnya pemilu presiden, yang dilaksanakan di Indonesia hanya memakan waktu 8 bulan," ujar Michael.

Tak hanya itu, mekanisme pengusulan partai politik dinilai penggugat telah membatasi hak-hak warga negara lainnya.

Baca juga: Jika Terpilih Jadi Wagub DKI, Riza Patria Minta PSI Tetap Kritis

 

Padahal, seharusnya proses ini bisa digelar lebih demokrasitis melalui proses pemilihan kepala daerah.

"Dengan adanya pembatasan yaitu wakil kepala daerah dalam hal ini ditunjuk partai politik pengusung, maka hak warga negara terciderai," kata Michael.

Kepada Mahkamah, penggugat meminta supaya permohonannya diterima dan Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 176 UU Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Tidak hanya itu, Michael meminta Mahkamah untuk memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih wakil gubernur DKI Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com