Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik untuk Omnibus Law: Bersifat Rahasia, Diragukan Penyusun dan Potensi Jadi Aturan Gelap

Kompas.com - 31/01/2020, 07:42 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana omnibus law atau peneyederhanaan regulasi pertama kali diungkap Presiden Joko Widodo saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 di Sidang Paripurna MPR RI di Jakarta, Minggu (20/10/2019).

Jokowi pun berharap DPR RI bisa merampungkan pembahasan RUU Omnibus Law tentang Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja dalam waktu 100 hari kerja sejak draf aturan itu diserahkan oleh pemerintah.

Dalam perkembangannya, masyarakat sipil dan sejumlah lembaga mengkritik keras proses penyusunan omnibus law cipta lapangan kerja dan perpajakan yang disebut tertutup.

Kritik di antaranya disampaikan oleh Ombudsman Republik Indonesia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Berikut ini sejumlah catatan kedua lembaga tentang temuan selama proses penyusunan draf omnibus law tersebut:

Ombudsman ditolak ketika minta informasi

Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih menceritakan penolakan yang diterima lembaganya saat meminta draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Akibat penolakan itu, hingga saat ini Ombudsman belum mendapat sumber formil resmi perihal draf aturan tersebut.

"Pada awal Desember (2019) Ombudsman sudah mengirim surat ke Kementerian Koordinator Perekonomian. Kami minta untuk dipaparkan rancangan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja," ujar Alamsyah saat memberikan materi dalam diskusi di Kantor Komnas-HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).

Menurut dia, keinginan agar dipaparkan itu karena bidang kerja tujuh anggota Ombudsman membidangi poin-poin yang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Paparan yang diminta oleh Ombudsman, kata Alamsyah, adalah pemaparan tertutup kepada anggota lembaganya.

Baca juga: Ombudsman Mengaku Ditolak Kemenko Perekonomian Saat Minta Informasi soal Omnibus Law

"Selain itu kami juga mempertimbangkan banyaknya keluhan masyarakat. Sehingga kami minta untuk dipaparkan, " tutur dia.

Akan tetapi, permohonan dari Ombudsman dijawab penolakan pemaparan materi dari Kemenko-Perekonomian.

"Surat kami lantas dibalas dengan menyatakan bahwa 'maaf bahwa untuk memaparkan, sebab belum disetujui oleh presiden dan belum ada arahan menteri'. Ini pertama kalinya kami mendapat surat seperti ini, " ungkap Alamsyah.

Dia pun menilai ada hal aneh lainnya dalam balasan surat itu.

Pada lanjutan suratnya, Kemenko-Perekonomian menyarankan Ombudsman memberikan masukan tertulis.

Alamsyah menilai ada kesalahan logika berpikir dalam sikap Kemenko-Perekonomian.

"Sebab barang yang secara formal belum disampaikan (draf) masak mau dikasih masukan secara tertulis. (ini) logic eror dan bagi saya sangat fatal. Sebagai penyelenggara negara kok punya imajinasi seperti itu," tegasnya.

Satgas diminta rahasiakan draf omnibus law

Diberitakan, pemerintah bersama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membentuk Satuan Tugas (satgas) Omnibus Law.

Satgas yang diisi oleh beragam asosiasi pengusaha, kalangan akademisi, dan pemerintah tersebut dibentuk untuk mengkaji berbagai perubahan undang-undang terkait perpajakan dan lapangan kerja dalam omnibus law.

Menurut Alamsyah Saragih, ada aduan dari individu kepada pihaknya terkait permintaan merahasiakan draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Baca juga: Ombudsman: Ada Anggota Satgas yang Ragukan Keabsahan Penyusunan Omnibus Law

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com