JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menilai, pertimbangan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Annas Maamun dalam rangka kemanusiaan harus dilihat secara komprehensif.
Menurut dia, hal tersebut sebagai bentuk kepatuhan terhadap HAM lantaran terpidana juga memiliki hak hidup.
Karenanya, ia menilai aneh pihak yang teriak-teriak soal penegakkan HAM tetapi menafikkan hak hidup terpidana.
"Ironis pada saat kita berteriak penegakkan HAM namun di saat yang bersamaan kita mengharapkan terpidana tersiksa sampai mati di penjara," kata Dini melalui pesan singkat, Jumat (29/11/2019).
Baca juga: Istana Sebut Komitmen Jokowi Berantas Korupsi Tak Diukur Lewat Grasi Koruptor
Ia mengatakan, masyarakat juga harus melihat sistem pemidanaan secara utuh.
Menurut dia, sistem pemidanaan juga harus bisa merehabilitasi terpidana di samping memberikan efek jera.
Karenanya, pemberian grasi kepada Annas Maamun menurutnya telah memenuhi dua hal tersebut.
Ia menilai, sepanjang terpidana sudah direhabilitasi dan ada alasan kesehatan yang mengancam nyawa, ia berhak mendapatkan grasi.
"Harus diperhatikan juga tujuan dari pemidanaan. Banyak orang tanpa sadar mengkaitkan pemidanaan dengan penyiksaan. Harus tersiksa. Kalau tidak tersiksa artinya belum dihukum," papar Dini.
"Padahal selain memberikan efek jera, pemidanaan juga harus memiliki fungsi rehabilitatif. Orang masuk penjara harusnya keluar menjadi orang yang lebih baik. Bukan sebaliknya," kata dia lagi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut grasi itu diberikan atas pertimbangan kemanusiaan.
Baca juga: Dapat Grasi dari Jokowi, Annas Maamun Masih Berstatus Tersangka di Kasus RAPBD
Grasi ini terbit pada 25 Oktober lalu lewat Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019.
Grasi yang diberikan Jokowi berupa pengurangan masa hukuman satu tahun penjara.
Artinya, mantan gubernur Riau itu hanya akan menjalani enam tahun masa hukuman kendati divonis tujuh tahun dalam upaya kasasinya.
Dengan adanya grasi ini, Annas yang kini ditahan di Lapas Sukamiskin Bandung diprediksi akan bebas pada Oktober 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.