JAKARTA, KOMPAS.com - Calon ketua hakim agung, Artha Theresia Silalahi, dicecar sejumlah pertanyaan terkait vonis yang diberikan kepada Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono pada 2015 lalu.
Pertanyaan itu diajukan dalam wawancara seleksi hakim agung di Komisi Yudisial (KY), Kamis (14/11/2019).
Pertanyaan tersebut diajukan oleh Wakil Ketua KY, Maradaman Harahap.
Awalnya, Maradaman menyinggung soal kode etik hakim. Kemudian, hal tersebut dikaitkan dengan pertanyaan perihal vonis yang dijatuhkan Artha kepada Udar Pristono yang dianggap kontroversial.
"Ibu pernah menjadi hakimnya (kasus Udar Pristono). Ibu menjatuhkan pidana yang ringan sementara Jaksa Penuntut Umum menuntut 19 tahun. Lalu kemudian pengajuan kasasi dan oleh MA dijatuhi hukuman 13 tahun, " ujar Maradaman.
"Kalau dikaitkan tadi pernyataan Ibu mematuhi segala ketentuan yang ada, bagaimana Ibu berpendapat apakah boleh kita memutus kurang dari sepertiga tuntutan jaksa?" kata Maradaman menegaskan pertanyaannya.
Baca juga: Calon Hakim Agung Artha Silalahi Setuju Hukuman Mati bagi Koruptor
Artha kemudian menjawab bahwa hal itu boleh dilakukan.
"Terima kasih Pak Harahap. Boleh (hakim boleh memutuskan itu). Hakim tidak terikat pada tuntutan jaksa. Hakim itu memutus berdasarkan dakwaan, kemudian fakta di persidangan dan hasil pembuktian, tidak keluar dari situ," jawab Artha.
Menurut Artha, yang sudah diputuskan merupakan hasil musyawarah majelis hakim.
Sehingga, berapa pun hasil vonisnya sudah disepakati dan diputuskan oleh majelis.
"Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengharuskan adanya musyawarah dan musyawarah itu berdasarkan kumpulan fakta-fakta yang sudah dipertimbangkan disertai dasar dan alasan hukum yang dibicarakan dalam musyawarah itu," ujarnya.
Maradaman kemudian merinci pertanyaannya.
Dia mengingatkan, pada kasus korupsi Udar Pristono, majelis hakim yang dipimpin oleh Artha saat itu hanya berpendapat terdakwa hanya menerima gratifikasi Rp 78 juta.
Baca juga: 13 Calon Hakim Agung Lolos Tes Kepribadian dan Kesehatan, Siapa Saja?
Namun, Mahkamah Agung (MA) saat itu memberikan penilaian lain.
"Kemudian di tingkat MA itu tetap mengatakan bahwa terdakwa Udar bersalah sehingga dihukum 13 tahun. Apakah kemudian putusan yang ibu jatuhkan itu dianggap bertentangan dengan putusan hakim kasasi? (MA)," kata Maradaman.