Artha menuturkan keputusan yang ada tidak bertentangan, melainkan hanya disempurnakan.
"Terima kasih Pak Harahap. Saya sendiri tidak menganggap itu bertentangan, tetapi diperbaiki, disempurnakan," ujar Artha.
Majelis hakim saat itu, kata dia tidak menganggap vonis yang dijatuhkan salah karena Udar bisa membuktikan harta yang dimiliki.
"Mengapa kami tidak menganggap berat, ini sedikit saja Pak Harahap, karena semua hartanya bisa dibuktikan. Kalau MA berpendapat lain itu sah-sah saja dan kami hormati putusan MA itu," tuturnya.
Maradaman tetap menegaskan dengan pertanyaan selanjutnya, yakni soal putusan yang dia buat diperbandingkan dengan putusan MA.
"Dengan adanya putusan kasasi (MA) tersebut, itu apakah ibu merasa putusan ibu itu salah?" kata Maradaman.
Artha tetap menyatakan tidak dan justru menilai putusan kasasi di MA yang salah.
"Tidak, Pak. Jujur saya justru merasa putusan kasasi itu yang salah karena putusan kasasi tidak boleh menjatuhi pidana lebih dari putusan di bawahnya," ucapnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Bentuk Pansel Calon Hakim MK, Ini 5 Anggotanya
Maradaman lantas meminta penjelasan aturan hukum apa yang menjadi dasar pernyataan Artha itu.
"Diatur di mana itu?" tanya Maradaman.
"Di Undang-Undang Kekuasan Kehakiman, Pak, tapi pasalnya saya lupa Pak, " ujar Artha.
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis lima tahun penjara untuk mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono.
Vonis dijatuhkan saat sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
"Menjatuhkan terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama lima tahun," kata majelis hakim yang dipimpin oleh Artha Theresia Silalahi, pada 23 September 2015.
Dalam sidang tersebut, Artha menyatakan bahwa vonis lima tahun dijatuhkan karena Udar dinyatakan bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 78 juta.