Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lokataru Sebut Kebebasan Sipil di Era Jokowi Semakin Sempit

Kompas.com - 28/10/2019, 16:52 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penelitian yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat di bidang hukum dan HAM Lokataru menunjukkan, ruang kebebasan sipil Indonesia semakin sempit di era pemerintahan Joko Widodo.

Penyempitan kebebasan sipil tersebut didasarkan pada empat isu, yaitu kekerasan di tanah Papua, demonstrasi mahasiswa bertajuk 'reformasi dikorupsi', kebebasan akademik dan aktivitas serikat buruh.

Kekerasan di Papua dan demonstrasi mahasiswa misalnya. Deputi Bidang Riset Lokataru Mufti Makarim mengatakan bahwa negara terlihat takut dengan ekspresi masyarakat sipil terkait kekerasan di Papua.

"Terkait aksi mahasiswa dan Papua, sebetulnya ini memiliki dua kesamaan mendasar, yakni negara begitu takut dengan kumpulan besar yang menjelma dalam bentuk statemen dan ekspresi yang diserang langsung kepada negara," ujar Mufti dalam diskusi publik Lokataru di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).

Baca juga: Aspek Kebebasan Sipil Menurun dalam Indeks Demokrasi Indonesia 2018

Berdasarkan pemantauan Lokataru sejak tanggal 19 Agustus hingga 8 September 2019, telah terjadi setidaknya 61 peristiwa yang diduga kuat tidak hanya melanggar hak warga sipil Papua, tapi juga menutup ruang kebebasan sipil pada umumnya.

Sementara dalam aksi mahasiswa, terdapat upaya pembubaran aksi demonstrasi oleh kepolisian yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan dan intimidasi secara berlebihan.

"Paling fatal adalah pilar paling fundamental, orang tidak boleh bicara, sandungannya banyak betul. Dalam konteks aksi mahasiswa dan gerakan Papua kemarin, yang dikhawatirkan itu, crowd yang bisa bergerak ke negara," kata dia.

Padahal, negara besar misalnya Amerika Serikat, sangat menjunjung tinggi kebebasan berbicara.

Mufti melanjutkan, apabila negara hari ini alergi dengan kebebasan berbicara atau berpendapat, maka pihaknya menduga bahwa negara ini memiliki cita-cita demokrasi yang ambigu.

Dalam hal kebebasan akademik, Lokataru menemukan 57 kasus yang mencerminkan hal itu. Sebanyak 29 di antaranya berupa pelarangan dan pembubaran diskusi maupul lembaga.

Selain itu, 24 lainnya berbentuk intimidasi dan ancaman terhadap akademisi.

Baca juga: Mahfud MD Menko Polhukam Sipil Pertama yang Gantikan Wiranto Dua Kali

"Kenapa kampus sensitif dengan diskusi-diskusi yang melibatkan negara? Beberapa tempat lain ditahan atau ditangkap. Kita lihat temanya, Papua, reformasi dikorupsi, tema-tema yang mendukung konservatisme," kata dia.

Sementara, soal kebebasan berserikat dalam konteks buruh, pola yang masih banyak terjadi dan tidak pernah ada penyelesaian adalah soal pemutusan hubungan kerja (PHK), diikuti dengan mutasi, intimidasi dan kekerasan.

"Berdasarkan 29 kasus yang didalami, jelas menggambarkan bahwa modus pemberangusan pekerja tidak seragam," kata dia.

Berdasarkan temuan tersebut, pihaknya pun meminta Presiden Jokowi agar melakukan koreksi pada sejumlah sektor. 

 

Kompas TV Prabowo Subianto dipilih Presiden Jokowi menjadi Menteri Pertahanan. Lalu, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais turut menanggapi masuknya Prabowo ke Kabinet Indonesia Maju. Amien Rais mengatakan: Kalau saya bapaknya Prabowo, saya merestui. Saya enggak merestui, tidak menolak, tidak melawan juga. Amien Rais mengaku masih menahan diri untuk mengkritik Kabinet Presiden Jokowi-Maruf Amin. Menurutnya, Kabinet Jokowi perlu diberi waktu untuk merealisasikan cita-cita yang dijanjikannya selama enam bulan hingga satu tahun ke depan. #amienrais #prabowosubianto #presidenjokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com