Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Markus Nari Kaget Dituntut 9 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP

Kompas.com - 28/10/2019, 16:49 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari mengaku kaget setelah dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Adapun Markus merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP dan dugaan merintangi proses peradilan kasus e-KTP.

"Kami akan melakukan pembelaan pribadi yang mulia. Karena memang kami tidak pernah merasa melihat uang itu, menerima uang itu, tapi kami didakwa dan dituntut. Memang kami merasa luar biasa kaget," kata Markus seusai mendengar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/10/2019).

Baca juga: Markus Nari Dituntut Bayar Uang Pengganti 900.000 Dollar AS dan Pencabutan Hak Politik 5 Tahun

Markus lantas menyinggung keterangan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam persidangannya yang mengaku tidak pernah memberikan uang ke Markus.

Sementara di sesi persidangan lain, pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sugiharto mengaku pernah menyerahkan uang senilai Rp 4 miliar ke Markus. Sugiharto mengaku uang itu berasal dari Andi.

"Apa yang disampaikan Sugiharto itu memang kami merasa itu fitnah buat kami yang mulia," kata Markus.

Baca juga: Kasus E-KTP, Markus Nari Dituntut 9 Tahun Penjara

Markus juga membantah menekan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani agar tak menyebut namanya sebagai penerima aliran dana e-KTP.

"Kami tidak pernah merasa menekan saudari Miryam S Haryani dan itu nyata sekali dalam persidangan. Malah dalam persidangan Novel (penyidik KPK, Novel Baswedan) itu yang menekan si Miryam," kata Markus.

Markus juga merasa tak pernah menitipkan pesan ke Sugiharto lewat pengacara bernama Robinson.

"Kami tidak pernah menyuruh kepada Robinson untuk menyampaikan kepada Sugiharto. Ini cuma diskusi kami aja, itu inisiatif oleh Robinson saja barangkali. Kami enggak tahu hal itu," kata Markus.

Baca juga: Markus Nari Bantah Bujuk Eks Pejabat Kemendagri Tak Sebut Namanya di Kasus E-KTP

Sementara itu, penasihat hukum Markus, Tommy Sihotang menilai kasus yang menjerat kliennya terkesan dipaksakan.

"Itu sebabnya kami akan ajukan pembelaan. Karena kasus ini sudah 2 tahun. Karena kalau menurut UU KPK yang baru kasus ini sudah harus di SP3 kan. Itu tandanya kasus ini dipaksakan. Jumlah uang juga tidak jelas, mata uang tidak jelas apakah rupiah, dollar Singapura atau AS dan sebagainya," kata Tommy.

Tommy meminta majelis hakim agar memberikan waktu 2 pekan bagi penasihat hukum dan Markus menyusun nota pembelaan.

Baca juga: Markus Nari Bantah Terima Uang Terkait Proyek e-KTP

Namun ketua majelis hakim Frangki Tambuwun hanya memberikan waktu 1 pekan dengan alasan efisiensi dan efektivitas penanganan perkara.

Hakim Frangki juga mempersilakan Markus dan tim penasihat hukum menguraikan berbagai bantahan yang ada lewat nota pembelaan tersebut.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com