Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU KPK Hasil Revisi Dinilai Merusak Tatanan Antikorupsi

Kompas.com - 20/09/2019, 08:06 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menilai, Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hasil revisi bisa merusak tatanan antikorupsi yang sudah dibangun dengan baik di Indonesia.

Sebab, poin-poin UU KPK hasil revisi cenderung bermasalah dan terkesan melemahkan KPK secara kelembagaan.

"Sehingga dikhawatirkan tatanan antikorupsi yang hampir mapan bisa rusak oleh sebab tidak adanya ketegasan dan penegakan hukum yang konsisten," kata Dadang dalam keterangan pers, Jumat (20/9/2019).

Baca juga: Revisi UU KPK, Pemerintah dan DPR Dinilai Membentengi Diri dari KPK

Dadang juga mengatakan, revisi ini tidak saja menghapus harapan masyakarat Indonesia yang ingin negerinya bersih dari korupsi, namun juga menganggu laju pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan dan pemerataan.

Padahal, kata dia, pemerintah telah mendorong berbagai paket kebijakan yang memudahkan dalam berusaha serta melakukan perbaikan di sektor reformasi birokrasi.

Di sisi lain, KPK melalui kewenangannya mampu mendorong kepastian hukum dengan melawan kejahatan korupsi.

Kemudian, di kalangan pengusaha, mereka sudah ikut berkontribusi membangun nilai-nilai antikorupsi di internal perusahaan.

Baca juga: Soal Pengesahan RUU KPK, Mahasiswa Sampaikan Mosi Tidak Percaya ke DPR

Dengan adanya revisi UU KPK ini, lanjut Dadang, hal-hal tersebut justru akan rusak.

"Padahal tatanan antikorupsi telah dibangun oleh pebisnis di kalangan internal perusahaannya dan juga berbagai pihak yang menolak korupsi," katanya.

Hal itu akan memberikan dampak signifikan akan memengaruhi laju perkembangan ekonomi di masa depan.

Dadang melihat, pemerintah dan DPR membawa kemunduran dalam agenda pemberantasan korupsi.

"Alih-alih memberikan dukungan yang optimal pada kinerja KPK, justru melalui perubahan UU KPK, Pemerintah dan DPR telah melemahkan KPK," kata dia.

"Dan tragisnya, mengenyampingkan kontribusi KPK dalam menciptakan iklim kemudahan berusaha dan kepastian hukum dalam hal berinvestasi," lanjut Dadang.

Baca juga: Di Balik Masifnya Pro Revisi UU KPK di Medsos, By Design?

DPR telah mengesahkan revisi UU KPK. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).

Pengesahan Undang-undang KPK ini merupakan revisi atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Perjalanan revisi ini berjalan sangat singkat.

Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.

Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 12 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan. 

 

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap berupaya menemui Presiden Jokowi usai revisi UU KPK disahkan. Hal itu disampaikan oleh Wakil KPK Alexander Marwata. Para pimpinan KPK masih berharap mukjizat yang membuat Jokowi tolak revisi UU KPK dan keluarkan Peraturan Pemerintah (PP) pengganti UU. Alex sebut, KPK tetap hormati keputusan DPR atas pengesahan revisi UU KPK. Untuk antisipasi pemberlakuan UU, KPK bentuk tim transisi yang akan bekerja sebulan untuk sesuaikan poin dalam revisi UU KPK. Sebelumnya, DPR telah mengesahkan revisi UU KPK pada Selasa (18/9/19). Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (18/9/19). Perjalanan revisi ini berjalan singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019. Dengan demikian, hanya butuh waktu 12 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan. #RevisiUUKPK #Jokowi #KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com