KOMPAS.com – Dua remaja asal Aceh yang menjadi pelaku penembakan orangutan betina bernama Hope dengan 74 peluru beberapa waktu lalu, dikenai sanksi yang relatif ringan.
Kedua remaja yang masih berusia 16 dan 17 tahun itu dikenai sanksi sosial berupa kewajiban mengumandangkan azan Maghrib dan Isya selama satu bulan.
Terkait lokasi, mereka harus membawakan panggilan shalat saat hari sudah petang dan menjelang malam, di masjid atau mushala desa tempat mereka tinggal, yakni Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.
Sebagaimana diberitakan ABC, sanksi itu diterapkan kepada dua pelajar SMP itu dengan alasan masih di bawah umur sehingga tidak bisa ditindak secara pidana.
Baca juga: Hope, Induk Orangutan yang Diberondong 74 Peluru, di Sampul Depan The New York Times
Bukan mendapat dukungan, pemberian sanksi sosial jenis ini justru mendatangkan banyak kecaman, karena dinilai tidak mendatangkan efek jera.
Apalagi dengan melihat kondisi Hope yang saat ini mengalami kebutaan permanen akibat puluhan senapan angin yang bersarang di hampir sekujur tubuhnya.
Direktur Center for Orangutan Protection (COP) Ramadhani, begitu menyayangkan mengapa kasus ini dibawa ke jalur hukum, malah kedua pelaku dikembalikan ke orangtua.
“Memang kedua pelaku masih anak-anak saya paham ada UU Perlindungan Anak, tapi tindakan yang mereka lakukan di atas kewajaran anak di bawah umur," kata Ramadhani.
"Karena mereka cukup berani mengambil anak orangutan dari induknya, kemudian menembaki induknya dengan setidaknya 74 peluru senapan angin lalu mereka juga melanggar aturan penggunaan senapan angin," lanjutnya.