MEDAN, KOMPAS.com - Berdasarkan hasil Population and Habitat Viability Assesment (PHVA) orangutan 2016, orangutan sumatera (Pongo abelii) tercatat sebanyak 14.470 individu tersebar di 52 meta populasi (kelompok terpisah/kantong populasi) dan 38 persen di antaranya diprediksi lestari dalam 100 -150 tahun mendatang.
Namun,100 tahun yang lalu jumlahnya orangutan sumatera 10 kali lipat atau sekitar 140.000 ekor.
Hal tersebut dikatakan Panut Hadisiswoyo, pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), saat konferensi pers dan rilis program NOWUC3 (Sekarang Anda Melihat Saya), Senin (13/5/2019) malam.
Baca juga: Penyelamatan Orangutan Bernama Riam dan Habitatnya yang Rusak di Ketapang
Ia menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan penurunan populasi orangutan yaitu mulai dari deforestasi (penebangan hutan) hingga ekspansi perkebunan, pertambangan, dan pembangunan lainnya.
"Atau misalnya pembangunan hidro dam, PLTA. Ini akan jadi ancaman terhadap orangutan. Artinnya kita perlu berusaha untuk mempertahankan habitatnya yang tidak banyak lagi tersisa," katanya.
Menurutnya, jumlah populasi tersebut adalah angka yang tersisa dan harus dipertahankan.
Namun secara umum, kepedulian masyarakat terdahap orangutan sangat rendah karena dianggap tidak ada keterkaitan dengan hidup orang banyak. Padahal, menurut Panut, berbicara penyelamatan orangutan sama halnya berbicara tentang upaya penyelamatan habitatnya.
"Habitat orangutan itu memberi banyak manfaat. Menjaga kelangsungan jasa ekosistem yang sangat penting," katanya.
Baca juga: Ketika Orangutan Tapanuli di Batang Toru Makan Durian dan Petai
Menurut Panut, pihaknya akan terus berjuang meningkatkan kesadaran masyarakat, mengedukasi, mengajak untuk berbuat nyata dengan tidak merusak hutan, tidak menembaki orangutan, dan tak menganggapnya hama.
"Kolaborasi semua pihak menyelamatkan spesies ini sangat penting. Kita harus bisa berbagi ruang dengan mereka," ujarnya.
Dia mengaku heran ketika ada beberapa pihak yang menyebut kelompok yang menyuarakan penyelamatan hutan dianggap menghambat pembangunan.
"Itu tudingan kekanakan. Ketika menyuarakan kepentingan orangutan dianggap sebagai pembawa pesan pihak lain yang tak punya kepentingan. Toh pembangunan PLTA itu juga didorong oleh kepentingan perusahaan yang bukan dari Indonesia. Ketika menyuarakan orangutan kita, hutan kita, lalu dianggap menyuarakan kepentingan orang luar. Itu sama sekali tidak relevan," katanya.
"Jadi hari ini kita launching NOWUC3, artinya anda bisa melihat saya, tidak hanya ketika ada kabar penganiayaan atau kematian orangutan," katanya.
Dia menambahkan, Santika Indonesia memiliki 110 jaringan hotel dan resort, 117 ribu corporate account, 120 ribu tamu per tahun atau 92 ribu kamar terjual per tahun. Serta aplikasi MValue yang merupakan program rewards berbasis digital group Kompas Gramedia,
Santika Premiere Dyandra Hotel & convention Medan akan menggunakan seluruh sumber dan jaringan yang cukup besar tersebut untuk mendukung jerih payah YOSL-OIC dan YEL untuk menyokong kehidupan orangutan.
"Dalam hal ini Santika Dyandra Medan menginisiasi agar jaringan Santika Indonesia untuk peduli kepada orangutan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.