Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Anti Korupsi Laporkan 2 Hakim Agung yang Bebaskan Syafruddin Temenggung ke KY

Kompas.com - 23/07/2019, 16:57 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melaporkan dua hakim agung yang mengabulkan kasasi terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung ke Komisi Yudisial (KY).

Perwakilan koalisi, Kurnia Ramadhana, menuturkan, dua hakim agung tersebut adalah Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin. Keduanya diduga telah melanggar kode etik.

"Koalisi resmi melaporkan dua hakim agung yang memutus lepas perkara atas nama terdakwa Syafrudin Arsyad Tumenggung. Jika ditemukan pelanggaran kode etik, kita harapkan KY memanggil dua hakim agung ini dan menjatuhkan sanksi," ujar Kurnia di sesuai audiensi dengan Komisi Yudisial di Gedung KY, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2019).

Baca juga: Terdakwa Kasus BLBI Syafruddin Temenggung Dibebaskan MA, KPK Pertimbangkan PK

Kurnia menjelaskan, ada dua dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan dua hakim agung tersebut. Pertama, terkait putusan lepas. Kedua, hakim agung Syamsul Rakan memiliki kantor advokat yang kini masih aktif.

Terkait putusan, seperti diungkapkan Kurnia, terdapat tiga catatan dari koalisi. Pertama, yakni dissenting opinion dari majelis hakim saat memutus perkara Tumenggung.

"Seperti diketahui, dua di antara tiga hakim menyebutkan bahwa perkara yang melibatkan Tumenggung masuk pada ranah perdata dan administrasi. Atas perbedaan pendapat ini, maka Tumenggung mendapatkan putusan lepas yang mengartikan dakwaan KPK terbukti, akan tetapi bukan merupakan tindak pidana," paparnya kemudian.

Baca juga: KPK Tunggu Salinan Putusan Kasasi MA atas Syafruddin Temenggung

Kedua, lanjutnya, majelis tidak menambah komposisi hakim saat mengetahui adanya dissenting opinion. Hal itu terlihat dari putusan lepasnya, hakim Syamsul menilai perkara masuk pada ranah perdata, kemudian Askin menilai perkara masuk ranah administrasi, dan Ketua Majelis Salman Luthan menilai perkara masuk ranah pidana.

Menurut Kurnia, adanya kondisi dissenting opinion tersebut disesalkan karena tidak ada inisiatif dari majelis untuk menambah komposisi hakim.

Baca juga: Syafruddin Temenggung Habiskan Waktu di Tahanan dengan Menulis Buku..

Padahal, Pasal 15 UU Nomor 14 tahun 1970 jo UU Nomor 30 tahun 1999 menyebutkan bahwa setiap pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara sekurang-kurangnya tiga orang hakim, kecuali apabila UU menentukan lain.

"Aturan itu sebenarnya bermakna bahwa tidak ada larangan sama sekali ketika majelis menambah komposisi hakim ketika ditemukan adanya dissenting opinion," jelasnya.

Kantor pengacara aktif

Selain terkait putusan, kata Kurnia, salah satu majelis hakim, yakni Syamsul memiliki kantor advokat saat dirinya kini masih aktif sebagai hakim agung.

Hal itu didasari dengan temuan pada salah satu bangunan komplek perkantoran Sudirman Point Blok A-4, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru.

Baca juga: Fakta Putusan Bebas MA terhadap Syafruddin Temenggung...

Kantor hukum tersebut bertuliskan "Syamsul Rakan Chaniago & Associates" Advocate & Legal Consultant.

"Tentu perbuatan dari tersebut diduga melanggar ketentuan Pasal 31 ayat 2 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mana menyebutkan bahwa seorang hakim dilarang merangkap jabatan menjadi advokat," pungkasnya.

Seperti diketahui, MA menyatakan, Syafruddin terbukti melakukan tindakan tersebut tetapi perbuatan itu tak dikategorikan sebagai tindak pidana. Dengan demikian, Syafruddin Temenggung bebas dari jerat hukum.

Baca juga: Syafruddin Temenggung Diputus Tak Lakukan Tindak Pidana, ICW Minta Hakim Diperiksa

Halaman:


Terkini Lainnya

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com