JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan, laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi Guntur Hamzah tidak terbukti.
Dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (25/4/2024), MKMK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Sebelumnya, Guntur yang pernah dinyatakan melanggar etika karena kasus pengubahan substansi putusan MK, didalilkan melanggar etik kembali lantaran menyetujui pelonggaran syarat usia minimum capres-cawapres, Oktober 2023 lalu.
Ketika itu, MK menerima sejumlah gugatan Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Baca juga: MK: Putusan MKMK yang Copot Anwar Usman Bukan Bukti Nepotisme Jokowi
Pada perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023, di mana MK menolak permohonan pelonggaran syarat usia minimum capres-cawapres, Guntur menyatakan tidak setuju lewat dissenting opinion-nya (pendapat berbeda).
Lalu, pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, di mana MK secara mengejutkan berubah posisi jadi mengabulkan permohonan pelonggaran syarat usia minimum capres-cawapres, Guntur masuk dalam golongan hakim yang setuju.
“Dalil Pelapor sepanjang berkenaan dengan dugaan pelanggaran etik terkait bahwa Hakim Terlapor diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama) terkait dengan argumentasi hukum pada dissenting opinion Hakim Terlapor pada Putusan Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 yang digunakan sebagai dasar pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah tidak beralasan,” kata anggota MKMK Ridwan Mansyur membacakan pertimbangan putusan.
Guntur juga didalilkan melanggar kode etik lantaran dituding masih menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN) ketika telah menyandang status hakim MK.
Baca juga: Diduga Berperan Muluskan Jalan Gibran Cawapres, Guntur Hamzah Dilaporkan ke MKMK
MKMK juga menolak dalil ini, menilai bahwa hakim konstitusi dapat ikut serta dalam perkumpulan sosial atau profesional yang tidak mengganggu pelaksanaan tugas sebagai hakim konstitusi.
“Keberadaan Hakim Terlapor sebagai bagian dari keanggotaan dalam APHTN-HAN, yang kemudian terpilin sebagai Ketua Umum, bukanlah merupakan pelanggaran terhadap Sapta Karsa Hutama,” ungkap anggota MKMK lain, Yuliandri.
MKMK juga menyinggung, saat ini 5 lima hakim konstitusi yang juga tercatat menjadi anggota APHTN-HAN.
Terlebih, dari rangkaian pemeriksaan, MKMK menemukan fakta bahwa Guntur Hamzah sudah nonaktif pada jabatan tersebut ketika diangkat sebagai hakim konstitusi, dari posisi sebelumnya sebagai Sekretaris Jenderal MK.
Baca juga: Saldi Isra Dilaporkan ke MKMK, Dituduh Punya Kepentingan Politik karena Dissenting Opinion
“Fakta tersebut, menurut Majelis Kehormatan, menunjukkan adanya niat baik sekaligus kehati-hatian Hakim Terlapor,” terangnya.
Oleh sebab itu, MKMK menilai dalil pelapor agar Guntur tidak dilibatkan dalam mengadili sengketa pemilu tak relevan.
Pada perkara ini, Guntur Hamzah diadukan oleh 2 kubu ke MKMK, yaitu Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (FORMASI) dan Gerakan Aktivis Konstitusi (GAS).
FORMASI melaporkan Guntur atas jabatannya sebagai Ketua APHTN-HAN, sedangkan GAS melaporkan Guntur atas argumentasinya dalam perkara pelonggaran syarat usia minimum capres-cawapres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.