Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Pesimistis soal Pengungkapan Kasus Novel, Ini Komentar Polri

Kompas.com - 16/07/2019, 10:04 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri menanggapi penyataan Indonesia Coruption Watch (ICW) yang pesimistis terkait penuntasan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

"Orang yang pesimistis itu orang yang memiliki pemikiran yang kerdil," ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).

Dedi pun menegaskan bahwa sikap optimistis harus selalu dikedepankan.

Menurut Dedi, proses pengungkapan dari hasil penyidikan sebuah kasus akan dilakukan secara bertahap. Langkah itu dilakukan polisi pada pengungkapan kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019.

Baca juga: Lebih dari 2 Tahun Disiram Air Keras, Begini Kondisi Terkini Mata Novel Baswedan

"Kita harus optimistis dong, optimistis. Dan tentunya setiap proses penyidikan akan disampaikan secara bertahap seperti halnya pengungkapan terhadap kasus kerusuhan 21-22 (Mei). Semuanya step by step," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Dedi juga menegaskan bahwa Polri berkomitmen untuk menuntaskan kasus Novel, begitu pula dengan kasus lain yang menjadi tanggung jawab institusi tersebut.

Sebelumnya, ICW beserta Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Amnesty International Indonesia, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, menggelar aksi singkat di sekitar Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.

Aksi itu dilakukan dalam rangka mendesak Polri untuk menuntaskan kasus Novel.

Para peserta aksi menggunakan "polisi tidur" tiruan sebagai alat peraga dalam aksinya. Awalnya, mereka menggelar "polisi tidur" tiruan tersebut beserta sejumlah poster di atas aspal.

Lalu, sekitar tujuh peserta aksi memegang poster dan berdiri di belakang "polisi tidur" tersebut. Aksi tersebut hanya berlangsung sekitar lima menit.

Baca juga: Novel Baswedan Akan Ungkap Jenderal yang Diduga Terlibat Kasusnya, jika..

Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan bahwa "polisi tidur" itu menunjukkan kekecewaaan mereka terhadap kinerja kepolisian dalam menangani kasus Novel.

"Polisi tidur itu cerminan bahwa ketika TGPF itu selesai dan Polri tidak mengumumkan, kami pesimistis dengan kerja-kerja yang dilakukan kepolisian. Seharusnya selama 2 tahun kasus Novel ditangani, itu harusnya menemukan titik terang atau tersangka," ujar Wana di lokasi.

Menurut Wana, mereka akan terus mendesak agar polisi mengusut tuntas kasus Novel yang terjadi sekitar dua tahun silam.

Kompas TV Wakil presiden Jusuf Kalla berharap polisi dapat menjelaskan kepada publik, pelaku dan motif pelaku, setelah tim gabungan pencaru fakta, TGPF kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, menyerahkan laporan hasil investigasinya ke Kapolri.<br /> <br /> JK yang mengaku sempat berbicara dengan Kapolri menyatakan, nantinya hasil kerja TGPF ini akan dipaparkan kepada publik. Dari sinilah baru diambil keputusan apakah ada TGPF lanjutan atau membentuk tim lain untuk ungkap kasus Novel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com