Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setara Institute: Pembubaran HTI Belum Jadi Solusi Kurangi Penyebaran Radikalisme di Kampus

Kompas.com - 31/05/2019, 18:56 WIB
Jessi Carina,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Setara Institute melakukan penelitian mengenai pemetaan wacana dan gerakan keagamaan di perguruan tinggi negeri.

Salah satu kesimpulan yang dihasilkan, pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak banyak memengaruhi penurunan penyebaran radikalisme di kampus-kampus.

"Pembubaran HTI pada kenyataannya tidak mengurangi derajat eksklusivitas wacana dan gerakan keislaman di perguruan tinggi, pun tidak menjadi solusi kunci bagi penyebaran radikalisme di perguruan ringgi atau paling tidak penyebaran narasi intoleransi," ujar Direktur Riset Setara Institute Halili dalam sebuah diskusi di Hotel Ibis Thamrin, Jakarta, Jumat (31/5/2019).

Baca juga: Jimly: Rangkul Mantan Anggota HTI Kembali ke Pancasila

Halili mengatakan, gerakan keagamaan eksklusif masih gencar dilakukan oleh kelompok-kelompok keislaman tertentu. Kelompok-kelompok itu memiliki gerakan salafi-wahabi, tarbiyah, dan tahririyah.

Penelitian ini dilakukan di 10 universitas, seperti Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Institut Teknologi Bandung, Universitas Islan Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Brawijaya, dan Universitas Airlangga. Penelitian itu dilakukan pada rentang Februari-April 2019.

Temuan-temuan

Ada beberapa temuan yang membuat Setara Institute membuat kesimpulan seperti itu.

Pertama, mayoritas mahasiswa yang beragama Islam membuat kegiatan mahasiswa non-Muslim tidak banyak terakomodasi.

"Dalam keadaan itu, praktik intoleransi mengemuka, terutama berkenaan dengan tata cara berpakaian, terbatasnya akses mahasiswa non-Muslim atas aktivitas peribadatan, dan tidak tersedianya fasilitas tempat ibadah," kata dia.

Baca juga: Vokasi UI: Saring sebelum Sharing untuk Cegah Radikalisme

Temuan lain adalah wacana keagamaan di kalangan mahasiswa sebagian besar dikuasai kelompok tarbiyah dan eks-HTI yang bertransformasi menjadi gerakan tarbiyah.

Halili mengatakan, gerakan tarbiyah ini kemudian menguasai organisasi kemahasiswaan intrakampus. Dengan demikian, dinamika politik mahasiswa di kampus beredar anggapan bahwa non-Muslim tidak boleh memimpin organisasi.

Ancaman bagi Pancasila

Halili menyebut kampus sejatinya adalah miniatur dari Indonesia. Di dalamnya terdapat mahasiswa dari beragam latar belakang suku, agama, dan ras.

Penyebaran narasi intoleransi dan radikalisme di kampus bisa disebut sebagai ancaman bagi Pancasila.

"Dalam situasi tertentu, kondisi ini sesungguhnya berpotensi menjadi ancaman bagi Pancasila, demokrasi, dan NKRI," kata dia.

Baca juga: Cegah Radikalisme, Kementerian PUPR Gandeng BNPT

Untungnya, ada harapan dari beberapa kampus yang telah melakukan upaya untuk meningkatkan semangat toleransi di dalam kampus.

Halili mengatakan aktor-aktor kunci di perguruan tinggi memainkan peranan penting dalam hal ini.

Halaman:


Terkini Lainnya

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com