Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan KSAL: Pernyataan Prabowo Membahayakan, Bisa Buat Rakyat Tak Percaya TNI

Kompas.com - 11/04/2019, 09:15 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana (Purn) Bernard Kent Sondakh meminta calon presiden Prabowo Subianto meluruskan pernyataannya soal kondisi pertahanan Indonesia.

Pasalnya, menurut dia, pernyataan Prabowo tersebut bisa meruntuhkan kepercayaan rakyat kepada TNI.

"Yang lebih penting, pernyataan itu, menurut saya, sangat membahayakan. Itu bisa membuat rakyat Indonesia enggak percaya lagi kepada institusi TNI," ujar Bernard ketika berbincang-bincang dengan wartawan di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (10/4/2019).

Baca juga: Prabowo Sebut Pertahanan Indonesia Lemah

Hal itu disampaikan Bernard menanggapi pernyataan Prabowo saat debat keempat Pilpres, bahwa pertahanan Indonesia lemah.

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Bernard Kent SondakhFabian Januarius Kuwado Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Bernard Kent Sondakh
Menurut Bernard, pola pikir Prabowo mengenai pertahanan negara, sangat konvensional.

"Memang kalau berpikirnya secara konvensional, ya wajar dia bilang militer kita rapuh, pertahanan kita lemah," ujar Bernard.

Bernard menyebut, pemikiran seperti itu berawal dari sekitar tahun 1950. Negara mengirimkan banyak perwira Angkatan Darat untuk belajar ilmu pertahanan dan militer di Yugoslavia.

Baca juga: Bantah Jokowi, Prabowo Sebut Dirinya Lebih TNI dari Banyak TNI

Di sanalah para perwira itu menerima konsep-konsep perang rakyat semesta.

Sekembalinya dari Yugoslavia, para perwira tersebut menyusun strategi pertahanan Indonesia yang dinamai "defensif aktif".

"Konsep dari defensif aktif ada lima. Memukul musuh di pangkalan, memukul musuh di perjalanan, memukul musuh di pintu masuk wilayah kita, memukul musuh ketika ia mendarat dan memukul musuh ketika dia masuk di wilayah kita," papar Bernard.

"Tapi bagaimana mungkin kita memukul musuh di pangkalan? Sulit. Kalau memukul di perjalanan, bisa setengah-setengahlah. Apalagi di wilayah kita, itu masih mungkin. Konsep ini sulit diimplementasikan," lanjut dia.

Baca juga: Jokowi: Jangan Menjelekkan TNI

Oleh sebab itu, konsep pertahanan mengalami perubahan menjadi stabilitas indepth dan saat ini menjadi strategi pertahanan nusantara di mana lebih mementingkan menjaga kedaulatan wilayah NKRI mengandalkan radar maritim dan udara.

Selain itu, konsep pemikiran pertahanan defensif aktif adalah berpikir "head to head".

Pemikiran ini kira-kira berisi, apabila negara musuh memiliki 5 rudal, kita juga harus memiliki 5 rudal. Apabila musuh memiliki 10 kapal selam, kita juga harus memiliki 10 kapal selam.

Pemikiran seperti ini, menurut Bernard keliru. Sebab, kekuatan pertahanan bukan hanya diukur dari kuantitas dan kualitas alat utama sistem persenjataan. Namun juga dari faktor lainnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com