Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berantas Politik Uang Jadi Tantangan Pasca Pemilu 2019

Kompas.com - 05/04/2019, 19:39 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik politik uang dinilai masih marak terjadi pada pemilu serentak 2019. Masalah politik transaksional ini harus segera dibebani pasca pemilu oleh siapapun presiden dan para anggota dewan yang nantinya terpilih.

Demikian mengemuka dalam diskusi 'Quo Vadis Pemilu 2019' di Jakarta, Jumat (5/4/2019).

Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra mengatakan, demokrasi di Indonesia saat ini sudah mencapai point of no return. Artinya tak ada lagi jalan untuk kembali ke sistem politik lama.

Namun di sisi lain, ia menilai demokrasi di Indonesia masih belum terkonsolidasi dengan baik. Salah satu penyebabnya karena sistem demokrasi yang mengharuskan calon pemimpin menggunakan praktik transaksional untuk terpilih.

"Demokrasi semakin transaksional, makin koruptif," kata Azyumardi.

Baca juga: Diduga Ada Jual Beli Suara di Malaysia, Caleg Gerindra Lapor ke Bawaslu

Ia mencontohkan ditangkapnya calon legislatif petahana dari Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso. Bowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dengan barang bukti dengan barang bukti 400.000 amplop berisi nominal Rp 50.000-100.000 yang diduga siap dibagikan ke konstituen untuk kepentingan pemenangannya di Pileg 2019.

Azyumardi yakin masih banyak caleg lainnya yang juga melakukan praktik transaksional serupa.

"Saya kira ini tantangan kita ke depan bagaimana membangun demokrasi yang terkonsolidasi. Makin mahal pemilu, makin transaksional politik kita, makin koruptif politik secara keseluruhan. Makin jauh cita-cita untuk membangun pemerintah yang bersih dan good governance," kata dia.

Baca juga: PPATK Temukan Caleg yang Diduga Lakukan Politik Uang dengan Modus Asuransi Kecelakaan

Guru Besar UIN Jakarta lainnya, Komarudin Hidayat, juga menyampaikan hal serupa. Komarudin melihat saat ini ada kesenjangan kesejahteraan yang sangat jauh antara masyarakat yang memilih dan calon pejabat yang dipilih.

Ia menilai kesenjangan yang lebar ini lah yang menyebabkan maraknya politik transaksional.

"Ada lorong gelap yang memisahkan antara pemilih dan yang dipilih. Di lorong gelap itu lah bersemayam budaya koruptif, politik uang dan sebagainya," kata Komarudin.

Dengan praktik politik transaksional ini, menurut Komarudin, banyak anak-anak muda hebat yang baru masuk ke politik akhirnya terjerumus. Mereka nekat melakukan perilaku koruptif karena keadaan.

Karena mahalnya politik, banyak reformasi memakan anak-anaknya sendiri. Anak yang pintar masuk KPK. Bukan kesalahan mereka tapi salah sistem, salah elit," kata dia.

Komarudin menilai presiden dan para anggota DPR terpilih nanti harus kembali merumuskan UU Pemilu dan UU parpol agar sistem politik yang transaksional saat ini tak terus berlangsung.

Menurut dia, ada dua pilihan yang bisa diambil.

Pertama adalah kembali ke sistem perwakilan dimana suara rakyat diwakilkan oleh DPR/DPRD. Kedua adalah dengan melakukan perbaikan-perbaikan pada sistem demokrasi yang ada sekarang, dimana rakyat bisa langsung memilih calon pemimpinnya.

"Apapun caranya, yang menang itu harus lah rakyat. Ukurannya adalah rakyat mendapatkan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya," ucap Komarudin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com