JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Firman Soebagyo, mengatakan, ada kesalahan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).
Kesalahan tersebut berupa tidak adanya aturan yang membedakan KTP elektronik atau e-KTP untuk warga negara Indonesia (WNI) dan e-KTP untuk warga negara asing (WNA).
Padahal, pembeda itu penting supaya penanda kepemilikan e-KTP menjadi lebih jelas.
"Meskipun secara teknis dibedakan, yaitu bahasa di dalam e-KTP orang asing itu menggunakan bahasa Inggris, itu tidak bisa dilihat kasatmata," kata Firman dalam diskusi bertajuk 'e-KTP, WNA, dan Kita' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/3/2019).
"Kalau di beberapa negara yang saya lihat, di Amerika, di Eropa, ada perbedaan signifikan tentang pewarnaan sehingga siapa pun yang melihat dari jauh, ketahuan, oh ini (e-KTP) asing, ini (e-KTP) Indonesia," katanya.
Baca juga: Perludem: Isu E-KTP WNA Mudah Digoreng
Menurut Firman, penghentian sementara pencetakan e-KTP untuk WNA bisa menjadi solusi sementara untuk meredam isu yang simpang siur soal kepemilikan WNA atas e-KTP.
Tetapi, ke depannya, perlu upaya yang lebih konkret supaya isu ini tidak lagi menjadi polemik.
Jika ke depannya Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menerapkan kebijakan pembedaan warna pada e-KTP WNA, hal itu harus diiringi dengan pembuatan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: KPU Minta Kemendagri Berikan Data WNA yang Punya e-KTP
"Kalau tiba-tiba nanti Kemendagri mengubah warna (e-KTP WNA) tanpa dasar hukum, ini melanggar undang-undang. Oleh karena itu, peraturan ini bisa dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan-peraturan lain," ujar anggota Komisi II DPR RI itu.
Meski begitu, Firman menegaskan, tak ada yang salah dari pembuatan e-KTP untuk WNA. Sebab, ketentuan tersebut telah dikuatkan dalam undang-undang.
Kebijakan pembuatan e-KTP WNA, menurut dia, bukan berasal dari Presiden Joko Widodo, melainkan pemerintahan sebelumnya.
"Pemerintah dalam hal ini melaksanakan undang-undang, yaitu undang-undang tahun 2006, kemudian diperbaiki tahun 2013. Artinya, undang-undang ini produk lama, bukan kebijakan Pak Jokowi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.