JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi mengatakan, uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan pencetakan surat suara akan memakan waktu yang panjang.
Sementara itu, tahapan pemilu terus berjalan dan pemungutan suara akan digelar kurang dari 60 hari.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus punya solusi yang tepat untuk mengatasi ancaman kekurangan surat suara bagi pemilih yang pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
"Sekarang saja belum jelas siapa yang akan mengajukan uji materi, terus kemudian yang kedua bikin drafnya. Terus maju ke MK, ketiga proses registrasi dan pendahulan pasti nunggu waktu 1-2 minggu, sidang kedua seminggu lagi, anggaplah tidak ada pemeriksaan apapun, bulan depan baru diputus MK," kata Veri usai sebuah diskusi di kawasan Guntur, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).
Baca juga: KPU Pertimbangkan Uji Materi UU Pemilu Terkait Surat Suara
"Begitu diputus MK baru ini regulasinya, KPU cetak (surat suara), distribusi ke wilayah kan butuh waktu yang lama," sambungnya.
Jika uji materi dilakukan, maka Pasal yang akan diuji di antaranya Pasal 344 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal tersebut mengatur soal jumlah surat suara pemilu yang dicetak sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah dengan 2 persen dari DPT per TPS.
Sebanyak 2 persen surat suara itu merupakan surat suara cadangan yang sebetulnya digunakan untuk mengganti surat suara yang kemungkinan rusak.
Pasal ini dinilai mengabaikan pemilih yang tercatat dalam DPTb. Sebab, tak ada aturan yang menyebutkan tentang ketentuan surat suara untuk pemilih tambahan.
Menurut Veri, KPU juga harus punya rencana lain seandainya putusan MK atas uji materi melebihi hari pemungutan suara atau MK menolak permohonan uhi materi.
Meski begitu, ia mengakui bahwa adanya putusan MK hasil uji materi akan menguatkan langkah KPU.
Paling penting, KPU punya solusi untuk melindungi hak pilih warga negara dalam pemilu.
"Apapun pilihan KPU, pilihan-pilihan itu pilihan yang bisa dikontrol oleh KPU karena timeline waktunya yang sangat pendek," ujar Veri.
Diberitakan sebelumnya, sebagian pemilih yang berpindah TPS terancam tak bisa gunakan hak pilihnya.
Baca juga: KPU Diminta Buat PKPU untuk Selesaikan Kekurangan Surat Suara
Hal ini karena terjadi kendala dalam penyediaan surat suara tambahan yang khusus diperuntukan bagi pemilih yang berpindah TPS atau pemilih 'pindah memilih'.
KPU mencatat, jumlah pemilih yang pindah TPS mencapai 275.923 pemilih. Mereka dicatat ke Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Jumlah tersebut, di beberapa TPS, ternyata melebihi jumlah ketersediaan surat suara cadangan yang hanya dialokasikan sebesar 2 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) per TPS.
Angka 275.923 pemilih masih mungkin bertambah karena KPU terus melakukan penyisiran potensi pemilih yang berpindah TPS hingga 17 Maret 2019.