JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi PDI-P Effendi Simbolon mengkritik cara Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk menghadapi manuver lawan.
Menurut dia, TKN Jokowi-Ma'ruf terlalu sibuk mengomentari hal remeh temeh yang dilontarkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Saya juga kadang-kadang lihat teman-teman timses nih terlalu remeh temeh dikomentari, terlalu cengeng," ujar Effendi di kompleks parlemen, Senin (17/12/2018).
Effendi merupakan politisi PDI-P yang tidak masuk dalam struktur TKN Jokowi-Ma'ruf.
Menurut Effendi, pemilu merupakan kompetisi terbuka. Semua cara bisa dilakukan oleh penantang dalam kontestasi Pemilihan Presiden.
Tim calon petahana tidak bisa mengatur cara lawan bermanuver. Tim petahana hanya bisa bersiap menangkis manuver tersebut dengan bukti nyata.
Baca juga: Menurut PARA Syndicate, Ini Penyebab Tren Elektabilitas Jokowi-Maruf Menurun
Sebagai petahana, kata Effendi, pasangan Jokowi-Ma'ruf memiliki kelebihan dalam hal hasil kinerja. Inilah yang seharusnya lebih didengungkan TKN Jokowi-Ma'ruf.
"Kita sebagai incumbent, juara bertahan, untuk menghadapi penantang kita harusnya sudah mempersiapkan secara matang. Jangan kita mengatur lawan, enggak perlu kita atur lawan kita. Kita yang harus mempersiapkan diri," kata dia.
"Mari kita beri pemahaman kepada rakyat yang punya kedaulatan memilih, bahwa ini loh program lanjutan kita, program yang sudah 4 tahun berjalan ini begini," tambah Effendi.
Sebelumnya, PARA Syndicate merilis tren elektabilitas capres. Setelah menganalisis hasil survei 12 lembaga, Para menyimpulkan tren elektabilitas Jokowi-Ma'ruf menurun, sementara Prabowo-Sandiaga naik.
Baca juga: PARA Syndicate: Tren Elektabilitas Jokowi-Maruf Menurun, Prabowo-Sandiaga Naik
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo melihat, menurunnya tren elektabilitas Jokowi-Ma'ruf disebabkan retorika kampanye yang diperlihatkan Jokowi, Ma,ruf beserta tim suksesnya yang cenderung reaktif terhadap isu yang dilempar pesaingnya.
"Dinamika kampanye cenderung reaktif dan responsif, dan nampak sekali bahwa timses, bahkan Pak Jokowi sendiri sempat hanyut pada genderang yang dimainkan lawan," ungkap Ari saat merilis hasil perhitungan tersebut di kantor PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/12/2018).
Hal itu, kata dia, tercermin dari istilah politisi "sontoloyo" dan politik "genderuwo", yang sempat dilontarkan Jokowi.
Ari berpendapat, kesibukan menangkal isu dari lawannya membuat topik mengenai rencana pembangunan Indonesia lima tahun ke depan terabaikan. Program Nawacita II dinilai Ari belum digemakan.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap menurunnya tren elektabilitas adalah strategi kubu Jokowi-Ma'ruf yang disebutkan Ari bersifat monoton dan linear.
Kemudian, peran Ma'ruf sebagai cawapres belum signifikan untuk mendulang suara. Menurut Ari, pembagian peran untuk menarik suara belum terlihat.
Kesimpulan itu setelah PARA Syndicate menganalisis hasil survei 12 lembaga.