JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai Kementerian Dalam Negeri harus segera menyelesaikan proses perekaman Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Ia memberikan masukkan tersebut terkait temuan harian Kompas berupa blangko dengan spesifikasi resmi milik pemerintah, yang diperjualbelikan di Pasar Pramuka Pojok, Jakarta Pusat, dan di toko yang ada dalam platform jual beli online.
Agus khawatir penjualan blangko juga membuat ada upaya untuk membocorkan data e-KTP. Menurut dia, data e-KTP terintegrasi dengan informasi lain terkait seorang warga negara. Misalnya, akun dan nomor rekening, hingga kendaraan yang dimiliki warga.
Baca juga: Beredarnya Blangko e-KTP Dikhawatirkan Berdampak pada Pemilu 2019
Oleh sebab itu, akan berakibat fatal jika data e-KTP diperjualbelikan secara bebas di pasaran atau dipalsukan.
"Percepat penyelesaian e-KTP karena itu kan sebagian besar juga paralel dikerjakan," kata Agus ketika dihubungi oleh Kompas.com, Minggu (9/12/2018).
Ia pun mengingatkan bahwa Indonesia sedang memasuki tahun politik. Beredarnya praktek ilegal tersebut dikatakan Agus dapat mencederai proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Kartu identitas dapat disalahgunakan sehingga orang yang belum memenuhi syarat dapat ikut mencoblos.
"(Kekhawatiran untuk Pemilu) iya dong pasti, kan ini bisa kemana-mana, orangnya sudah meninggal lama, atau orangnya masih di bawah 17 tahun nongol, kan kacau itu," katanya.
Agus pun menyarankan penggunaan alat card reader untuk memastikan keaslian e-KTP.
Tak hanya di saat pemilu, ia mengungkapkan alat tersebut juga perlu digunakan oleh lembaga terkait yang membutuhkan e-KTP sebagai suatu syarat administratif dalam sebuah layanan.
"Menurut saya harus (menggunakan card reader), karena ini masalah identitas negara, makanya sekarang itu saya sudah beberapa kali teriak, sudahlah semua pelayanan publik yang selalu minta fotokopi KTP punya card reader," ungkap dia.
Ia pun mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan sweeping terhadap praktik-praktik serupa, serta penindakan maksimal melalui jalur hukum kepada para pelaku.
Baca juga: Kata Lurah soal Temuan Karung Berisi e-KTP di Sawah
Saat ini, kasus tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan penyelidikan.
Sesuai dengan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, perbuatan tersebut merupakan tindakan pidana.
Ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling lama 10 Tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan blangko E-KTP yang dijual di Pasar Pramuka tidak bisa digunakan sebagaimana E-KTP asli.
Chip dalam di E-KTP yang dijual bebas itu tidak terkoneksi dengan pusat data yang dimiliki Kemendagri.
"Dia hanya jual saja, enggak bisa digunakan. Mau transaksi ke bank juga enggak bisa, hanya jual blangko kosong saja," ujar Tjahjo di kompleks parlemen, Kamis (6/12/2018).