Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Diminta Tak Kontraproduktif soal PKPU Pencalonan Legislatif

Kompas.com - 06/07/2018, 07:25 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengkritik sikap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang kontraproduktif dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyikapi Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Anggota Legislatif yang sudah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

PKPU itu memuat larangan pencalonan mantan narapidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi sebagai caleg diakomodasi lewat pakta integritas yang ditandatangani pimpinan parpol.

Menurut Almas, pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Bawaslu Abhan semakin membuat kerancuan pelaksanaan PKPU yang sudah sah.

"Bawaslu kalau kita cek, bahkan menyebutkan akan merujuk pada undang-undang dan mengesampingkan PKPU," kata Almas di kantor ICW, Jakarta, Kamis (5/7/2018).

"Dan apabila nanti ada partai politik yang mencalonkan mantan napi korupsi dan dicoret oleh KPU lalu menyengketakan itu ke Bawaslu. Bawaslu akan meluruskan," ujar Almas.

Baca juga: PKPU Pencalonan Legislatif Diundangkan, KPU Diminta Waspadai Serangan Politik

Ia menilai sikap tersebut keliru. Sebab, seharusnya Bawaslu selaku bagian dari pengawas pemilu harus tunduk pada PKPU ini.

Menurut Almas, Bawaslu harusnya menjalankan koreksinya apabila KPU menerima calon-calon legislatif yang merupakan mantan narapidana korupsi, bukan memberi ruang kepada mereka untuk ikut mencalonkan diri.

Almas juga mengingatkan, jabatan anggota legislatif merupakan jabatan strategis yang tak bisa dipermainkan.

Dengan demikian, kursi parlemen harus diisi oleh orang-orang dengan visi-misi yang kuat, berintegritas, serta memiliki rekam jejak yang baik.

Bawaslu, kata Almas, seharusnya mengambil posisi mendukung KPU untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

"Ketika seseorang sudah bermasalah, cacat dari sisi integritas masih saja dicalonkan, bagaimana Parlemen 2019 akan lebih baik?" ucap Almas.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu Abhan mempersilakan partai politik untuk mengusung eks napi kasus korupsi sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019.

Baca: Bawaslu Persilakan Parpol Usung Eks Napi Koruptor Jadi Caleg

Apabila nantinya Komisi Pemilihan Umum menolak caleg yang diajukan, caleg tersebut bisa menggugat ke Bawaslu.

"UU sudah menyebutkan setiap produk SK KPU bisa jadi obyek sengketa di Bawaslu. Maka, nanti upaya hukumnya adalah upaya sengketa ke Bawaslu," kata Ketua Bawaslu Abhan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).

Sikap Bawaslu kontradiktif dengan KPU yang sudah menganggap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi jadi caleg bisa diimplementasikan.

Abhan memastikan, Bawaslu akan berpegang pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Nanti Bawaslu yang memutuskan, apakah pencoretan atau penolakan KPU itu sesuai ketentuan undang-undang atau tidak, Bawaslu akan memutuskan," kata Abhan.

Abhan menegaskan, Bawaslu tidak akan berpegang pada Peraturan KPU Nomor 20/2018. Sebab, aturan itu jelas bertentangan dengan UU yang ada di atasnya.

Kompas TV KPU menegaskan peraturan KPU yang melarang mantan napi koruptor menjadi caleg sudah sah berlaku meski belum diundangkan oleh Kemenkumham.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com