Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disebut Membangkangi Birokrasi, Ini Respons KPK...

Kompas.com - 02/06/2018, 20:10 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Hendri merespons pernyataan Pakar hukum Umar Husin yang menyebutkan bahwa KPK melakukan pembangkangan birokrasi lantaran meminta Presiden Joko Widodo menolak RKUHP apabila pasal-pasal korupsi masuk di dalamnya.

"Kami memandang hal tersebut tidak substansial dan tidak ditemukan argumentasi yang bisa memperkuat upaya pemberantasan korupsi," ujar Febri melalui pesan singkat, Sabtu (3/6/2018).

Baca: KPK Dinilai Makar Birokrasi karena Minta Presiden Tolak Masukan Pasal Korupsi di RKUHP

Febri menegaskan, surat KPK yang dikirim ke Presiden dan pihak lain bertujuan agar muncul pemahaman bahwa adanya risiko pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi apabila RKUHP disahkan dalam format seperti yang saat ini dibahas di DPR RI.

Febri menambahkan, upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan KPK secara kelembagaan sudah sering terjadi.

"Dulu, revisi UU KPK digagas, bahkan dengan pembatasan umur dan kewenangan dari KPK. Memang banyak yang terganggu dengan kerja-kerja KPK," ujar Febri.

Di sisi lain, KPK percaya bahwa Presiden Jokowi memiliki itikad baik mendukung pencegahan korupsi. Oleh sebab itu wajar jika Presiden mengetahui pandangan KPK.

"KPK sebagai penegak hukum yang selama ini menjadi instansi yang ditugaskan oleh undang- undang melakukan pemberantasan korupsi, tentu wajib menyampaikan apabila ada sesuatu yang memiliki risiko melemahkan KPK," ujar Febri.

"Kami percaya Presiden tidak dalam posisi ingin melemahkan KPK atau upaya pemberantasan korupsi. Karena itu agar KUHP yang ingin disahkan tak justru jadi kado yang membahayakan pemberantasan korupsi atau bahkan bisa menguntungkan koruptor, tidak sulit bagi Presiden dan DP untuk mengeluarkan pasal-pasal tindak pidana korupsi dari RKUHP," lanjut dia.

Sebelumnya, pakar hukum Umar Husin mengkritik KPK yang menyurati Presiden Joko Widodo untuk meminta agar pasal-pasal tindak pidana korupsi dikeluarkan dari draf Rancangan KUHP.

Menurut dia, KPK adalah lembaga negara yang seharusnya mengikuti aturan main yang dibuat. KPK dinilai tak berhak menolak aturan main meskipun masih dalam tahap rancangan.

"Itu bisa dibilang KPK menolak. Itu pembangkangan birokrasi namanya. Makar dalam konteks birokrasi namanya," ujar Husin dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu pagi.

"Anda bisa bayangkan kalau semua institusi bersikap sama seperti KPK, langsung melawan seperti itu, meminta Presiden mengintervensi merubah format aturan, ini kan enggak benar. Presiden enggak bisa diancam-ancam seperti itu," lanjut dia.

Husin menegaskan, apabila KPK menolak rancangan aturan, penolakan rancangan aturan itu semestinya dilaksanakan melalui koridor yang tepat. Apalagi, RKUHP saat ini masih dalam tahap pembahasan antarfraksi sehingga masih ada waktu untuk adu argumentasi hukum.

KPK sendiri diketahui sudah mengirimkan surat pada Presiden agar pasal-pasal tindak pidana korupsi dikeluarkan dari RKUHP.

Presiden diharapkan mendorong pembuatan aturan yang lebih keras pada koruptor, melalui revisi Undang-Undang Tipikor yang ada saat ini.

"Belajar dari negara-negara dengan IPK yang tinggi, pemberantasan korupsi perlu dilakukan secara konsisten dan membutuhkan komitmen yang kuat dari pemimpin politik," kata Febri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com