Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Kesulitan KPK Melacak Aset di Kasus E-KTP

Kompas.com - 27/03/2018, 13:44 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, sepanjang tahun 2017, lembaganya mengungkap 8 kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia menilai angka tersebut masih sangat kecil.

"Saya janji at least tahun 2018 TPPU harus double digit. Ini memang susah ngikutin aset itu bergerak dari A ke B Ke C ke E, itu luar biasa. Jadi, kita memang harus rajin. Kalau ingin mendapatkan penyelamatan aset salah satunya melalui TPPU," ujar Laode, di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Selasa 927/3/2018).

Ia mencontohkan sulitnya melacak aset dalam kasus KTP elektronik yang berada di 5 negara, seperti Indonesia, Singapura, Amerika Serikat, Mauritius, dan India.

"Pasti ada lagi kalau dilacak. Dan kami dulu diajarin kalau mau ikutin aset itu pasti balik lagi ke kita (ke dalam negeri). Tapi beda di e-KTP, begitu dia jalan, dia stop, dia jalan stop, enggak pernah kembali. Jadi harus rajin melacak," katanya.

(Baca juga: Misteri Bocor Data e-KTP)

Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenai Pemilik Manfaat Atas Korporasi (Beneficial Owner) Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, ia berharap bisa tercipta transparansi yang lebih baik sebagaimana yang terjadi di sejumlah negara maju.

Menurut Laode, perpres ini bisa mengungkap para pemilik korporat yang memiliki kendali sebenarnya atas perusahaan. Dalam tindak pidana pencucian uang, kerapkali pelaku bersembunyi dan tak terlacak dalam data pemilik resmi suatu korporat.

"Kadang enggak ada orangnya, enggak ada namanya orang itu tetapi dia sangat kuat. Jadi kayak bisa mengendalikan korporat dengan remote kontrol," ujarnya.

(Baca juga: Dalam Kasus e-KTP, Pengacara Sebut Setya Novanto Sudah Buat Pengakuan)

Ia menilai semakin banyak hasil pencucian uang yang disembunyikan, maka akan memperburuk transparansi di suatu negara.

Dengan demikian, melalui perpres ini bisa membantu KPK dalam melakukan penyidikan dalam kasus tindak pidana pencucian uang melalui penelusuran aset sebenarnya yang dimiliki oleh koruptor.

"Berdasarkan data publik pengadilan di Indonesia ada 73 kasus pencucian uang menggunakan korporasi sekitar Rp 4,5 triliun," katanya.

Laode yakin melalui perpres tersebut, KPK dan aparat penegak hukum lainnya bisa mempersempit celah kejahatan pencucian uang demi memperkuat sistem transparansi di Indonesia.

"Kalau korupsi dibiarkan akan merusak seluruh sistem di suatu negara. Tentunya komitmen kita di G20 dalam transparansi harus diperkuat," katanya.

Kompas TV Setnov dan istrinya diperiksa sebagai saksi bagi tersangka pengusaha Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com