JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana Universitas Andalas Mahmud Mulyadi menilai Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) tidak harus buru-buru melakukan pemeriksaan kode etik terhadap anggotanya, Fredrich Yunadi.
Sebab, Fredrich saat ini tengah menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mahmud mengatakan, pemeriksaan etik terhadap Fredrich bisa dilakukan setelah proses hukum di KPK selesai yang ditandai dengan putusan pengadilan.
"Masalah kode etik bisa dilakukan sebelum atau setelah sidang, bisa. Kalau Fredrich sudah diproses, dihukum, itu lebih memudahkan Peradi untuk menyidangkan kode etik untuk memberhentikan dan mencabut keanggotaan," kata Mahmud kepada Kompas.com, Jumat (19/1/2018).
Sebelumnya, dua anggota Komisi Pengawas Peradi mendatangi Kantor KPK. Keduanya mengaku ingin menyampaikan surat untuk meminta audensi dan klarifikasi kepada KPK.
(Baca juga: Peradi Sesalkan KPK Tak Mau Kerja Sama soal Kasus Fredrich Yunadi)
Namun, Ketua Dewan Pembina Peradi Otto Hasibuan menyesalkan keinginan pihaknya tak digubris oleh KPK.
Mahmud mengatakan, KPK memiliki hak untuk menolak permintaan Peradi. Ia meyakini KPK juga mempunyai pertimbangan sendiri kenapa menolak permintaan Peradi.
"Mungkin KPK lagi menjaga, karena orang sedang berusaha membesarkan itu (yang dilakukan Fredrich) hak imunitas seorang lawyer. Takutnya mengganggu (penyidikan)," kata Mahmud.
Mahmud sendiri berpendapat bahwa yang dilakukan Fredrich tidak lagi diatur dalam hak imunitas seorang pengacara.
Sebab, Fredrich diduga merintangi penyidikan KPK terhadap kliennya, Setya Novanto, dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.
Fredrich diduga bekerjasama dengan dokter RS Permata Hijau Bimanesh Sutardjo untuk merekayasa kesehatan Novanto.
"Kalau sudah merekayasa menghalangi. Bukan kerja advokat lagi," kata dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.