JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang perdana praperadilan Ketua DPR Setya Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi rencananya akan digelar besok, Kamis (30/11/2017).
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto berharap proses persidangan praperadilan tersebut dapat berjalan lancar.
"Karena ini memang sudah memasuki wilayah ranah hukum, tentunya sepenuhnya kami percayakan dan kita serahkan pada institusi penegakan hukum dan kami yakini semuanya akan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa adanya," kata Agus, di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Soal adanya faksi yang meminta Novanto mundur, Agus menyatakan kewenangan itu ada pada fraksi partai Golkar di DPR.
Dia berharap Golkar dapat mengambil kebijakan yang terbaik menyikapi kasus Novanto.
"Kita serahkan kepada fraksi partai Golkar untuk mengambil kebijakan terbaik, karena semuanya ini, yang punya kewenangan ini, berada di dalam wilayah fraksi partai Golkar. Semuanya parpol ingin berjalan lancar dan terbaik," ujar Agus.
B(aca juga : Novanto Lebih Baik Berjiwa Besar Mundur, DPR Simbolnya Rakyat)
Dia menyatakan, kegiatan DPR, khususnya yang berkaitan dengan kerja pimpinan, tidak terganggu meski Novanto sedang menyelesaikan permasalahan hukumnya.
Menurutnya, kerja pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial sehingga pimpinan yang lain bisa mengambil alih tugas jika yang lain sedang tidak ada.
"Kita ketahui ketua itu kalau enggak hadir, semua keputusannya bisa diambil. Keputusan wakil ketua pun diambil memenuhi legitimasi, karena kita ketahui kepemimpinan di DPR kolektif kolegial," ujar dia.
Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK setelah ditetapkan kembali menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.
Sebelumnya, dia sempat lolos dari status tersangka setelah memenangi gugatan praperadilan melawan KPK.
Dalam kasus ini, Novanto diduga bersama sejumlah pihak lain telah merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.