Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Novanto Lebih Baik Berjiwa Besar Mundur, DPR Simbolnya Rakyat"

Kompas.com - 28/11/2017, 17:48 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan, Komarudin Watubun mengkritik sikap Setya Novanto yang tak kunjung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

Padahal, Novanto sudah berstatus sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP dan ditahan KPK.

Menurut dia, Novanto Enggan menanggalkan posisinya lantaran kesadarannya yang rendah, sehingga tak merasa malu atau bersalah walaupun telah mencoreng nama baik wajah lembaga wakil rakyat tersebut.

"Jadi sebenarnya tak perlu banyak berdalih soal hukum. Kita tahu kualitas hukum kita seperti apa. Harusnya secara sadar mengundurkan diri. Tapi ini kan soal kesadaran orang juga," ujar Komarudin ketika ditemui di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (28/11/2017).

(Baca juga : Ketua MPR Berharap Setya Novanto Mau Mundur sebagai Ketua DPR)

Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan, Komarudin Watubun ketika ditemui di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (28/11/2017). KOMPAS.com/ MOH NADLIR Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan, Komarudin Watubun ketika ditemui di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (28/11/2017).
Karenanya, ia mengingatkan Ketua Umum Partai Golkar itu agar tidak terus berkedok atau berlindung di balik hukum, mengingkari kasus korupsi yang menjerat.

"Setya Novanto ini selama ini selalu berkedok di balik hukum. Padahal hukum dia atasnya hukum itu ada etika," ujar Komarudin.

Komarudin menegaskan, seharusnya Novanto berbesar hati, berlapang dada mundur sebagai pimpinan parlemen.

(Baca: Anggap Golkar Tercoreng, Jusuf Kalla Ingin Setya Novanto Diganti)

Sebab, parlemen adalah salah satu tempat terhormat yang ada di negara kesatuan republik Indonesia.

"Jadi Setya Novanto lebih baik harus berjiwa besar. Karena yang dia pimpin ini lembaga tinggi negara. Simbolnya rakyatnya republik Indonesia itu ada di situ, di DPR RI," ucap Komarudin.

Novanto sebelumnya menolak jika Golkar mengambil langkah mengganti Ketua DPR.

(Baca juga : Nurdin Halid Harap Novanto Legawa Lepas Jabatan Ketum Golkar)

Ia menulis surat dari dalam jeruji tahanan KPK. Surat itu ditujukan kepada pimpinan DPR, diberi materai, dan ditandatangani Novanto per Selasa (21/11/2017).

Novanto meminta diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa dirinya tak bersalah dalam kasus korupsi proyek E-KTP.

"Saya mohon pimpinan DPR RI lainnya dapat memberikan kesempatan saya untuk membuktikan tidak ada keterlibatan saya," tulis Novanto dalam suratnya.

"Dan untuk sementara waktu tidak diadakan rapat pleno sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku Ketua DPR maupun selaku angota Dewan," tulis Novanto.

(Baca juga : Nurdin: Munaslub Golkar Tetap Digelar jika Novanto Menang Praperadilan)

DPP Golkar akhirnya memberi kesempatan Novanto memimpin DPR dan Golkar hingga ada putusan praperadilan.

Namun, di internal Golkar semakin kencang wacana menggelar musyawarah nasional luar biasa untuk memilih ketum baru dan Ketua DPR.

Kompas TV Saat ini penyidik KPK sedang menuntaskan berkas perkara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com