Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Praperadilan Novanto Diharap Tak Bangun Permusuhan dengan Rakyat

Kompas.com - 28/11/2017, 17:17 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan, Komarudin Watubun, mengingatkan hakim tunggal Kusno yang akan mengadili praperadilan tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, Ketua DPR RI Setya Novanto, untuk berlaku jujur.

Alasannya, banyak pihak menilai Kusno memiliki rekam jejak yang kurang berpihak terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Hakim jangan sampai dia membangun permusuhan dengan rakyat, dengan publik," ujar Komarudin ketika ditemui di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (28/11/2017).

Menurut Komarudin, hakim dalam memutus kasus di peradilan harus selalu berdasarkan banyak pertimbangan, misalnya hati nurani dan pertimbangan sebagai wakil Tuhan di dunia.

"Jadi kalau berdasarkan Tuhan ya pakai nurani, untuk mengukur rasa keadilan rakyat. Jangan sampai nama pakai nama Tuhan untuk mengelabui, mendukung tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak adil," kata dia.

"Hukum itu harus melahirkan keadilan sosial, keadilan publik. Nah sekarang tanya rakyat kalau hukum membebaskan Setya Novanto adil tidak? Tidak," ucap Komarudin.

(Baca juga: PN Jaksel Minta Publik Tak Curigai Hakim Praperadilan Setya Novanto)

Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berhati-hati dalam menghadapi praperadilan yang diajukan Setya Novanto.

Sebab, ICW menyoroti rekam jejak hakim Kusno yang dinilai minim keberpihakannya terhadap pemberantasan korupsi.

Hakim tunggal praperadilan Kusno saat menyidangkan gugatan atas penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian heli AW 101 di PN Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Hakim tunggal praperadilan Kusno saat menyidangkan gugatan atas penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian heli AW 101 di PN Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).
Berdasarkan catatan ICW, hakim Kusno pernah membebaskan empat terdakwa korupsi saat menjabat hakim di Pengadilan Negeri Pontianak.

Kusno juga pernah memberikan vonis ringan 1 tahun penjara kepada Zulfadhli, anggota DPR RI dalam perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Kalimantan Barat tahun anggaran 2006-2008 yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 15 miliar.

(Baca: ICW: Hakim Praperadilan Setya Novanto Pernah Bebaskan Koruptor)

Peringatan ICW ke KPK tersebut bertujuan agar lembaga antirasuah itu tak sampai kalah lagi dari Setya Novanto seperti pada praperadilan sebelumnya. Saat itu, hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan tidak sah status tersangka yang disematkan KPK kepada Novanto. 

Sidang perdana praperadilan Novanto akan digelar pada 30 November mendatang.

Dalam kasus korupsi proyek e-KTP, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut.

Novanto saat ini sudah ditahan di rutan KPK.

Kompas TV Saat ini penyidik KPK sedang menuntaskan berkas perkara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com