Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Pemerintah Sebut Pansus Angket KPK "Buah dari Pohon Beracun"

Kompas.com - 25/10/2017, 15:02 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli yang diajukan oleh Presiden dalam sidang sidang uji materi terkait hak angket, Maruarar Siahaan, menganalogikan Panitia Khusus Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai "buah dari pohon yang beracun".

Menurut Maruarar, persoalan terkait hak angket KPK yang muncul saat ini disebabkan oleh proses pembentukan Pansus Hak Angket KPK yang tidak merujuk pada syarat-syarat dalam tata tertib.

"Pansus hak angket yang dipersoalkan dalam judicial review ini sesungguhnya lebih pada masalah keabsahan pengambilan keputusan dan keabsahan pembentukan Pansus Angket KPK yang tidak merujuk pada syarat tentang kuorum," ujar Maruarar saat memberikan keterangan ahli dari pihak pemerintah dalam sidang uji materi Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017).

"Menurut saya ini lebih kepada masalah etika berbangsa dan bernegara. Seharusnya kalau dalam hal seperti itu Pansus Hak Angket itu tidak memenuhi kuorum dan tidak memenuhi syarat dalam tatib, dia adalah fruit of the poisonous tree. Buah dari pohon yang beracun," ucap dia.

(Baca juga: Survei Indikator: Mayoritas Yakin Pansus Angket untuk Lemahkan KPK)

Maruarar menjelaskan, dilihat dari aspek norma hukum, KPK merupakan obyek dari hak angket sebagaimana diatur dalam Pasal 79 Ayat (3) UU MD3.

Sebab, lanjut mantan hakim MK itu, KPK merupakan alter ego atau pribadi yang lain dari kepolisian sebagai penyidik dan kejaksaan sebagai penuntutan.

Pasal 79 Ayat (3) dalam UU MD3 menyatakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, Menteri Negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah non kementerian.

Maruarar menegaskan, penjelasan Pasal 79 UU MD3 bukan merupakan satu hal yang limitatif. Sebab, penjelasan tidak boleh membentuk norma melainkan hanya memberi contoh yang harus terbuka dengan obyek pengaturan yang lain.

"Dan di dalam UU MD3, Polri dan Kejakgung adalah bagian dari hak angket itu. Maka bagaimana bisa KPK tidak tunduk daripada pengawasan. Oleh karena itu saya mengatakan bahwa secara substantif norma yang mengatur hak angket dalam UU MD3 konstitusional. Jadi ini lebih kepada masalah etik," kata Maruarar.

(Baca juga: Pansus KPK Ingin Konsultasi, Jokowi Jawab "Jangan Dibawa-bawa ke Saya")

Pengujian materi Pasal 79 Ayat (3) UU MD3 terkait pembentukan Pansus Angket KPK diajukan oleh empat pemohon.

Keempat pemohon tersebut adalah Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, Direktur LIRA Institute Horas Naiborhu, pegawai KPK, dan koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR.

Dalam sidang yang dipimpin oleh ketua MK Arief Hidayat itu hakim mendengarkan keterangan ahli presiden dan pihak terkait, yakni KPK. Hadir pula dalam sidang tersebut perwakilan pemerintahan, DPR dan KPK.

Kompas TV Presiden Joko Widodo menolak permohonan konsultasi dari Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com