Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Pertimbangkan Bantu DPR Lakukan Pemanggilan Paksa

Kompas.com - 12/10/2017, 12:27 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian akan mempertimbangkan untuk membantu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jika ada permintaan pemanggilan paksa terhadap institusi tertentu.

Hal itu diungkapkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR menanggapi pertanyaan dari Ketua Komisi III Bambang Soesatyo.

"Prinsipnya kami akan segera bicarakan, kami pertimbangkan," ujar Tito, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10/2017).

Beberapa hal masih menjadi pertimbangan Polri. Misalnya, aturan soal pemanggilan paksa tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). 

Baca: Temui Kapolri, Pansus Bahas Kasus hingga Pemanggilan Paksa KPK

Meski demikian, Tito menilai, belum ada hukum acara yang secara jelas mengatur pelaksanaannya. Hal ini juga menimbulkan keragu-raguan dari Kepolisian.

"Apakah hukum acaranya menganut hukum acara KUHAP yang tidak mengenal (pemanggilan paksa) itu atau bisa langsung dipraktikan," ujar mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu.

Menanggapi jawaban Kapolri, Anggota Komisi III sekaligus Ketua Pansus Hak Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa, mengatakan, pemanggilan paksa yang diatur dalam UU MD3 tak masuk dalam ranah hukum pidana dan perdata yang membutuhkan hukum acara.

Menurut dia, terkait ini masuk dalam ranah hukum tata negara sehingga hukum acara termasuk di dalamnya.

Pasal pemanggilan paksa dalam UU MD3, kata Agun, sudah mengatur secara rinci.

"Seperti UU Pemilu, UU Pilkada, UU Kesehatan, UU Pendidikan. Tidak ada hukum acaranya," ujar Agun.

Baca juga: Polri Tak Mau Ungkap Isi Pertemuan Kapolri dengan Pansus Angket KPK

Agun kemudian menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak mau membuktikan keterlibatan sejumlah anggota DPR dalam kasus korupsi.

Hal itu, kata dia, membuat fungsi pengawasan terhadap KPK berjalan tak efektif.

"Ketika fungsi pengawasan biasa tidak efektif bahkan menolak seperti dalam rapat kerja di Komisi III yang sampai dini hari. Itu disampaikan, 'Kalau Anda (KPK) tidak mau menyampaikan sebuah kebenaran karena sejumlah teman-teman kami teraniaya. Terancam nama baiknya. Tolong buktikan''" kata Agun.

"(KPK) tidak mau. Diskors. Kalau enggak, saya gunakan hak angket. Tetap (KPK) tidak mau (sampaikan). Jadi angket terbentuk paripurna di Komisi III. Karena itu hak yang bisa menyelidiki dan ada upaya paksa," lanjut dia.

Oleh karena itu, kata Tito, pihaknya tengah membicarakan hal itu secara internal dan meminta pendapat sejumlah pakar.

Sebab, sejumlah pihak menyampaikan kekhawatiran bahwa Kepolisian sebagai institusi yang netral jangan sampai menimbulkan kecenderungan keberpihakan pada politik-politik tertentu.

"Prinsip kami akan mempertimbangkan dan kami akan sampaikan hasilnya kepada yang kami muliakan pimpinan dan anggota Komisi III," ujar Tito.

Kompas TV PDI Perjuangan Gencar Serang KPK


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com