JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian sampai saat ini telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus kelompok penyebar konten ujaran kebencian dan SARA, Saracen. Kepolisian juga terus mendalami siapa saja pihak yang memesan konten atau berita kepada kelompok Saracen tersebut.
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan bahwa Kepolisian harus tegas menerapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam kasus Saracen.
Alasannya, kata politisi asal Jawa Barat itu, UU ITE telah lengkap mengatur ketentuan-ketentuan yang dilarang yang bisa dikenakan sanksi pidana atas penyebaran informasi melalui media elektronik.
"Jadi begini kan ada UU ITE, ada larangan yang bisa dikenakan pidana. Ya sudah polisi gunakan perangkat itu, tegakkan saja sudah," kata TB Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (27/8/2017).
Hasanuddin mengatakan, Kepolisian tak perlu ragu-ragu dalam bertindak, sebab dasar hukumnya telah sangat jelas.
(Baca: Polisi Sebut Saracen Pasang Tarif Rp 72 Juta Per Paket Konten SARA)
"Polisi harus melaksanakan tugas dan kewajibannya. Jadi satu kata, tegakkan aturan perundangan-undangan," ucap Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Sebagaimana diketahui, Polisi mengungkap adanya kelompok penebar ujaran kebencian dan hoaks beberapa waktu lalu, yakni kelompok Saracen.
Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan. Tujuan mereka menyebarkan konten tersebut semata alasan ekonomi. Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan mem-post berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah. Hingga kini, masih didalami siapa saja yang memesan konten atau berita untuk diunggah di grup maupun situs Saracen. Dalam kasus ini, polisi menetapkan JAS, MFT, dan SRN sebagai tersangka.