BOGOR, KOMPAS.com - Ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latif menyoroti penolakan kelompok masyarakat tertentu terhadap patung raksasa dewa Kongco Kwan Sing Tee Koen di Kelenteng Kwan Sing Bio, Tuban, Jawa Timur.
Menurut Yudi, sebaiknya persoalan tersebut diselesaikan melalui jalur musyawarah mufakat ketimbang aksi massa.
"Sebenarnya seperti itu harus diselesaikan lewat pendekatan komunitas. Pendekatan restoratif, konsensus, permusyawaratan, damai," ujar Yudi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (12/8/2017).
Melalui musyawarah mufakat, dia yakin solusi yang dihasilkan pun akan lebih tuntas.
"Kalau berbagai pihak dipertemukan melalui semangat musyawarah, biasanya jauh lebih efektif sehingga lalu terjadi penyelesaian yang konklusif," ujar Yudi.
(Baca: Polemik Patung Raksasa di Tuban, Istana Minta Aparat Tak Tunduk pada Tekanan)
Lebih jauh, Yudi mengatakan bahwa sebenarnya banyak patung yang ada di Indonesia. Ada yang merupakan patung pahlawan Indonesia, ada pula patung yang bernuansa religi. Yudi berharap masyarakat Indonesia tidak bersikap tertutup atas hal-hal semacam itu.
"Dalam Pancasila, kata Bung Karno kita ingin mencapai kebangsaan kita tidak chauvinis, tertutup. Tapi ingin menuju persaudaraan bangsa-bangsa di dunia. Artinya setiap hal baik dari luar, kita jangan bersifat xenophobia, antiasing. Kalau itu positif, bisa saja kita apresiasi," ujar Yudi.
Diberitakan, kelompok masyarakat tertentu menolak berdirinya patung raksasa dewa Kongco Kwan Sing Tee Koen di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, Jawa Timur. Puluhan orang dari berbagai elemen menggelar aksi protes di depan gedung DPRD Jatim, beberapa waktu lalu.
Mereka mendesak patung itu segera dirobohkan karena tidak terkait dengan sejarah bangsa Indonesia.
Patung setinggi lebih dari 30 meter yang berdiri menghadap ke laut tersebut diresmikan pada 17 Juli 2017 lalu oleh Ketua MPR RI Zulkifli Hasan. Patung tersebut dinobatkan sebagai patung dewa terbesar se-Asia Tenggara.