JAKARTA, KOMPAS.com - CEO Telegram Pavel Durov menegaskan, Telegram tidak akan membuka data percakapan personal kepada siapa pun.
Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2017).
"Seperti layanan platform lainnya, kami tidak akan menjual data percakapan ke pihak lain. Kami masih memegang tegas prinsip itu," ujar Pavel.
Ia juga menegaskan, Telegram tidak akan memberikan kunci enkripsi kepada siapa pun, termasuk Indonesia.
Basis Telegram, kata dia, penghargaan terhadap privasi penggunanya.
"Kami tidak akan menerima permintaan khusus (soal enkripsi) dari negara mana pun, meskipun negara itu adalah negara seindah Indonesia," ujar dia.
Baca: Telegram Beri Jalur Khusus Pemerintah RI, Konten Terorisme Bakal Segera Diblokir
Pavel yakin, Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi privasi seseorang.
Dengan demikian, Indonesia tetap dapat membiarkan Telegram untuk beraktivitas.
Telegram menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam hal konten terorisme dan radikalisme.
Telegram akan menerapkan sensor ketat dalam sistemnya, sehingga jika ada konten terorisme dan radikalisme, bisa direspons lebih cepat.
"Apabila sebelumnya kami membutuhkan 24 jam atau 36 jam (untuk memblokir konten terorisme), sekarang saya rasa kami bisa menutupnya hanya dengan beberapa jam. Sebab kami sudah menambah anggota berlatar belakang Indonesia di dalam tim kami," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.