Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana: Penerapan Sanksi Pidana Perppu Ormas Tak Akan Serampangan

Kompas.com - 22/07/2017, 05:55 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Deputi V Kantor Staf Presiden Ifdhal Kasim mengatakan, sanksi pidana dalam Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat tidak seseram yang dibayangkan orang.

Ifdhal mengatakan, penerapan sanksi pidana dalam perppu ini tentu tidak secara serampangan dilakukan.

"Tentu ada langkah-langkah yang objektif yang dilakukan, karena itu tidak serta merta harus diambil sanksi pidananya," kata Ifdhal.

Hal tersebut disampaikan Ifdhal usai diskusi publik bertema "Pro dan Kontra Perppu No 2 Tahun 2017 dalam Tinjauan Hukum Tata Negara" di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat (21/7/2017).

 

(baca: Aturan Sanksi Penjara dalam Perppu Ormas Bisa Jerat Para Pengikut HTI)

Sanksi pidana pada perppu ini, lanjut dia, prinsipnya ultimum remedium. Artinya, kata Ifdhal, sanksi pidana merupakan jalan terakhir ketika sanksi administratif tidak efektif.

"Jadi kalau sarana administratifnya berjalan, dipatuhi dan dilakukan, tidak perlu menggunakan sanksi pidana," ujar Ifdhal.

Jadi, supaya sanksi administratif ini bisa bekerja, perlu ada ancaman sanksi pidana. Namun, dia menegaskan, sanksi pidana ini tidak akan digunakan sebelum sanksi administratifnya bekerja dulu.

(baca: Menkumham: Ada 325.887 Ormas Berbadan Hukum yang Perlu Diawasi)

Sebagai contoh, suatu organisasi dicabut badan hukumnya atau dibatalkan karena melakukan penyebarluasan ajaran yang bertentang dengan Pancasila.

Jika orang atau pengikut organisasi tersebut setelah adanya pencabutan organisasinya tidak melakukan perbuatan yang sama alias pasif, maka tidak terkena pidananya.

Namun, jika melakukan lagi dan ada unsur kesengajaan, dia bisa dipidana.

"Sepanjang dia tidak melakukan aktivitas, jadi orang pasif, enggak ada masalah. Misalnya, saya terdaftar anggota, setelah pelarangan ini saya pasif aja, enggak ada masalah. Kecuali dia melakukan penyebarluasan," ujar Ifdhal.

 

(baca: Ormas Apa yang Akan Dibubarkan Setelah HTI? Ini Jawaban Jokowi)

Dia menampik perppu ini sebagai tindakan otoriter. Karena, kata Ifdhal, tidak ada pelibatan langsung dari kekuasaan tertinggi negara.

"Ini kan hanya tindakan pejabat tata usaha, untuk mengawasi dan mengambil tindakan dari pengawasannya itu terhadap izin yang dia berikan, asas contrario actus itu," ujar Ifdhal.

Kompas TV Menurutnya pemerintah punya bukti yang kuat terkait kasus pembubran HTI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com