Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertahankan Novanto Ketum, Golkar Sudah Perhitungkan Konsekuensinya

Kompas.com - 19/07/2017, 05:52 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Golkar menyadari ada implikasi terhadap citra partai dengan tetap mempertahankan Setya Novanto sebagai ketua umum. 

Novanto kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP. 

Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Golkar Yorrys Raweyai mengatakan, dampak pada elektabilitas partai bukan hanya karena kasus Novanto.

Ada kader lain yang juga tersandung masalah.

Dia mengatakan, hal ini merupakan konsekuensi dan dibahas di internal partai.

"Itu konsekuensi, itu sudah kami pikirkan, dan itulah yang kami selalu bicarakan rapat ke dalam. Bahwa ada implikasi politik terhadap elektabilitas, ya bukan hanya dia (Novanto), tapi kan banyak sekali kader-kader Golkar yang kena masalah sekarang ini. Itu pasti," kata Yorrys, usai mengikuti pertemuan Novanto bersama pengurus DPP Golkar dengan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, di kediaman Aburizal, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2017) malam.

Baca: Golkar Beri Bantuan Hukum untuk Setya Novanto

Meski demikian, lanjut Yorrys, jajaran internal Golkar terus melakukan konsolidasi.

Dia menepis anggapan bahwa Golkar mempertahankan Novanto.

"Siapa yang pertahankan, tidak ada yang pertahankan," ujar Yorrys.

Yorrys mengatakan, Golkar tidak tinggal diam jika kemudian Novanto harus ditahan karena kasusnya.

Namun, meski Novanto berstatus tersangka, Golkar meminta semua pihak menghormati asas praduga tak bersalah.

"Kan kita menganut asas praduga tak bersalah. Ini kan proses hukum masih panjang," ujar Yorrys.

DPP Golkar belum membahas kemungkinan penahanan Novanto.

 "Jangan berandai-andai. Ada juga orang tersangka, sampai sekarang belumhan) (dita" ujar Yorrys.

Golkar juga memutuskan tidak menggelar musyawarah nasional luar biasa untuk mencari pengganti Novanto.

Alasannya, agar fokus menghadapi agenda politik seperti Pilkada 2018 dan Pemilu Serentak 2019.

Yorrys mengatakan, ada sejumlah alasan dilakukan Munaslub, seperti ketua umum meninggal dunia, atau berhalangan tetap.

"Tapi itu harus diatur dalam PO atau jutlak. Seperti musibah ini (kasus Novanto), kita jangan langsung mengambil kesimpulan, oh, pernah terjadi begitu, enggak bisa," ujar Yorrys.

"Situasi itu berbeda sekarang. Tapi yang penting sekarang itu belum pernah dibicarakan atau diwacanakan di internal partai," kata dia.

Kompas TV Setya Novanto menggelar jumpa pers pimpinan DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/7).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com