JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Evi Laila Kholis mengatakan, penetapan tersangka pemberi keterangan tidak benar tidak perlu menunggu vonis kasus inti.
"Dalam aturan sendiri tidak ada ketentuan yang mengikat kalau itu harus nunggu vonis. Kalau memang ada ditunjukkan ke kami bahwa itu harus menunggu," kata Evi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2017).
Pihak Miryam sebelumnya menilai KPK tidak bisa merujuk kasus Muhtar Ependy, tersangka pemberi keterangan palsu di sidang perkara korupsi dan pencucian uang yang menjerat Akil Mochtar, yang dijerat dengan Pasal 22 UU Tipikor.
Alasannya, Muhtar Ependy ditetapkan bersalah setelah perkara intinya diputus.
Sementara pada kasus Miryam, persidangan e-KTP masih berlangsung.
Namun, Evi mengklaim, KPK pernah menerapkan Pasal 22 UU Tipikor untuk kasus yang proses persidangannya masih berlangsung.
"Ada beberapa belum vonis saat persidangan. Jadi tidak semuanya (sudah vonis), dan semua putusan itu sekarang inkracht," ujar Evi.
Menurut dia, di persidangan, ketika Miryam memberi keterangan palsu, hakim sudah mempersilakan jaksa penuntut umum menggunakan tindakan lain terkait Miryam yang mencabut keterangannya.
Oleh karena itu, KPK menggunakan Pasal 22 UU Tipikor untuk menjerat Miryam.
"Hakim ada mengeluarkan pernyataan bahwa silakan JPU menggunakan tindakan lain sesuai ketentuan Undang-Undang. Dalam Undang-Undang tipikor itu sendiri ada di Pasal 22," ujar Evi.